Kesalahan Tipe I dan II serta
Kaitannya dengan Hipotesis One Tail atau Two tail
A.
Pengujian
Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, Hupo berarti Lemah
atau kurang atau di bawah, Thesis merupakan teori, proposisi atau pernyataan yang
disajikan sebagai bukti. Kesimpulannya Hipotesis dapat diartikan sebagai
pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang
sifatnya masih sementara.
Setelah hipotesis
dirumuskan dan dievaluasi semuanya itu harus diuji melalui pengumpulan data
lalu diolah. Kemudian barulah sampai pada suatu kesimpulan menerima atau
menolak hipotesis tersebut. Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan
hipotesis maka hipotesis
alternatif (Ha)
diubah menjadi hipotesis
nol (Ho).
Pernyataan
atau dugaan mengenai keadaan populasi yang sifatnya masih sementara atau lemah
kebenarannya merupakan Hipotesis
statistik. Hipotesis statistik dapat berbentuk suatu variabel seperti binomial,
poisson, dan normal atau nilai dari suatu parameter, seperti rata-rata,
varians, simpangan baku, dan proporsi. Hipotesis statistik harus di uji, karena itu harus berbentuk
kuantitas untuk dapat di terima atau di tolak. Hipotesis statistik akan di terima jika hasil pengujian
membenarkan pernyataannya dan akan di tolak jika terjadi penyangkalan dari
pernyataannya.
Suatu prosedur dilakukan dengan tujuan untuk
menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis itu. Dalam pengujian
hipotesis, keputusan yang dibuat mengandung ketidakpastian, artinya keputusan
bisa benar atau bisa saja salah sehingga dapat menimbulkan sebuah resiko.
Menurut
Furchan (2007: 130-131), untuk menguji
hipotesis peneliti harus:
1.
Menarik
kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila
hipotesis tersebut benar.
2.
Memilih
metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi,
atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat
tersebut terjadi atau tidak, dan
3.
Menerapkan
metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan
apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Secara umum hipotesis dapat diuji denga
dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi
logis. Dalam menguji hipotesis dengan mencocokkan fakta, maka diperlukan
percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai
untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau
tidak. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih
suatu desain di mana logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak
hipotesis.
B. Prosedur Pengujian Hipotesis
Prosedur pengujian hipotesis statistic adalah
langkah-langkah yang di pergunakan dalam menyelesaikan pengujian hipotesis
tersebut. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis statistic :
1.
Menentukan Formulasi Hipotesis
Formulasi atau perumusan hipotesis statistic dapat di
bedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut;
a.
Hipotesis nol / nihil (HO)
Hipotesis nol adalah hipotesis yang dirumuskan sebagai
suatu pernyataan yang akan di uji. Hipotesis nol tidak memiliki perbedaan atau
perbedaannya nol dengan hipotesis sebenarnya.
b.
Hipotesis
alternatif/ tandingan (H1/ Ha)
Hipotesis alternatif adalah hipotesis yang di rumuskan
sebagai lawan atau tandingan dari hipotesis nol. Dalam menyusun hipotesis
alternatif, timbul 3 keadaan berikut.
a)
H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih besar dari
pada harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau
satu arah, yaitu pengujian sisi atau arah kanan.
b)
H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih kecil dari
pada harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau
satu arah, yaitu pengujian sisi atau arah kiri.
c)
H1 menyatakan bahwa harga parameter tidak sama dengan
harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian dua sisi atau dua
arah, yaitu pengujian sisi atau arah kanan dan kiri sekaligus.
Secara umum, formulasi hipotesis dapat di tuliskan :
Apabila
hipotesis nol (H0) diterima (benar) maka hipotesis alternatif (Ha) di tolak.
Demikian pula sebaliknya, jika hipotesis alternatif (Ha) di terima (benar) maka
hipotesis nol (H0) ditolak.
2.
Menentukan Taraf Nyata (α)
Taraf nyata adalah besarnya batas toleransi dalam
menerima kesalahan hasil hipotesis terhadap nilai parameter populasinya.
Semakin tinggi taraf nyata yang di gunakan, semakin tinggi pula penolakan
hipotesis nol atau hipotesis yang di uji, padahal hipotesis nol benar.
Besaran yang sering di gunakan untuk menentukan taraf
nyata dinyatakan dalam %, yaitu: 1% (0,01), 5% (0,05), 10% (0,1), sehingga
secara umum taraf nyata di tuliskan sebagai α0,01, α0,05, α0,1. Besarnya nilai
α bergantung pada keberanian pembuat keputusan yang dalam hal ini berapa
besarnya kesalahan (yang menyebabkan resiko) yang akan di tolerir. Besarnya
kesalahan tersebut di sebut sebagai daerah kritis pengujian (critical region of
a test) atau daerah penolakan ( region of rejection).
Nilai α yang dipakai sebagai taraf nyata di gunakan
untuk menentukan nilai distribusi yang di gunakan pada pengujian, misalnya
distribusi normal (Z), distribusi t, dan distribusi X². Nilai itu sudah di
sediakan dalam bentuk tabel di sebut nilai kritis.
3.
Menentukan Kriteria Pengujian
Kriteria Pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan
dalam menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) dengan cara membandingkan nilai
α tabel distribusinya (nilai kritis) dengan nilai uji statistiknya, sesuai
dengan bentuk pengujiannya. Yang di maksud dengan bentuk pengujian adalah sisi
atau arah pengujian.
a.
Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya
lebih kecil atau lebih besar daripada nilai positif atau negatif dari α tabel.
Atau nilai uji statistik berada di luar nilai kritis.
b.
Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya lebih
besar atau lebih kecil daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau
nilai uji statistik berada di luar nilai kritis.
4.
Menentukan Nilai Uji Statistik
Uji statistik merupakan rumus-rumus yang berhubungan
dengan distribusi tertentu dalam pengujian hipotesis. Uji statistik merupakan
perhitungan untuk menduga parameter data sampel yang di ambil secara random
dari sebuah populasi. Misalkan, akan di uji parameter populasi (P), maka yang
pertama-tam di hitung adalah statistik sampel (S).
5.
Membuat Kesimpulan
Pembuatan kesimpulan merupakan penetapan keputusan
dalam hal penerimaan atau penolakan hipotesis nol (Ho) yang sesuai dengan
kriteria pengujiaanya. Pembuatan kesimpulan dilakukan setelah membandingkan
nilai uji statistik dengan nilai α tabel atau nilai kritis.
a.
Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada
di luar nilai kritisnya.
b.
Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada
di dalam nilai kritisnya.
Kelima langkah pengujian hipotesis tersebut di atas
dapat di ringkas seperti berikut.
Langkah 1 :
Menentukan formulasi hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha)
Langkah 2 : Memilih suatu taraf nyata (α) dan
menentukan nilai table.
Langkah 3 : Membuat criteria pengujian berupa
penerimaan dan penolakan H0.
Langkah 4 : Melakukan uji statistic
Langkah 5 : Membuat kesimpulannya dalam hal penerimaan
dan penolakan H0.
C. Jenis-Jenis Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat di bedakan atas beberapa
jenis berdasarkan kriteria yang menyertainya.
1.
Berdasarkan Jenis Parameternya
Didasarkan atas jenis parameter yang di gunakan,
pengujian hipotesis dapat di bedakan atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut .
a.
Pengujian hipotesis tentang rata-rata
Pengujian hipotesis tentang rata-rata adalah pengujian
hipotesis mengenai rata-rata populasi yang di dasarkan atas informasi
sampelnya.
Contohnya:
a)
Pengujian hipotesis satu rata-rata
b)
Pengujian hipotesis beda dua rata-rata
c)
Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b.
Pengujian hipotesis tentang proporsi
Pengujian hipotesis tentang proporsi adalah pengujian
hipotesis mengenai proporsi populasi yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
a)
Pengujian hipotesis satu proporsi
b)
Pengujian hipotesis beda dua proporsi
c)
Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
c.
Pengujian hipotesis tentang varians
Pengujian hipotesis tentang varians adalah pengujian
hipotesis mengenai rata-rata populasi yang di dasarkan atas informasi
sampelnya.
Contohnya:
a)
Pengujian hipotesis tentang satu varians
b)
Pengujian hipotesis tentang kesamaan dua varians
2.
Berdasarkan Jumlah Sampelnya
Didasarkan atas ukuran sampelnya, pengujian hipotesis
dapat di bedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut.
a.
Pengujian hipotesis sampel besar
Pengujian hipotesis sampel besar adalah pengujian
hipotesis yang menggunakan sampel lebih besar dari 30 (n > 30).
b.
Pengujian hipotesis sampel kecil
Pengujian hipotesis sampel kecil adalah pengujian
hipotesis yang menggunakan sampel lebih kecil atau sama dengan 30 (n ≤ 30).
3.
Berdasarkan Jenis Distribusinya
Didasarkan atas jenis distribusi yang digunakan,
pengujian hipotesis dapat di bedakan atas empat jenis, yaitu sebagai berikut.
a.
Pengujian hipotesis dengan distribusi Z
Pengujian hipotesis dengan distribusi Z adalah pengujian hipotesis yang menggunakan
distribusi Z sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel normal
standard. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam
tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)
Pengujian hipotesis satu dan beda dua rata-rata sampel
besar
b)
Pengujian satu dan beda dua proporsi
c)
Pengujian hipotesis dengan distribusi t (t-student)
Pengujian hipotesis
dengan distribusi t adalah pengujian hipotesis yang menggunakan
distribusi t sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel t-student.
Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk
menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)
Pengujian hipotesis satu rata-rata sampel kecil
b)
Pengujian hipotesis beda dua rata-rata sampel kecil
c)
Pengujian hipotesis dengan distribusi χ2( kai kuadrat)
Pengujian hipotesis
dengan distribusi χ2 (kai kuadrat) adalah pengujian hipotesis
yang menggunakan distribusi χ2 sebagai uji statistik. Tabel
pengujiannya disebut tabel χ2. Hasil uji statistik ini kemudian di
bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol
(Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)
Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
b)
Pengujian Independensi
c)
Pengujian hipotesis kompatibilitas
d)
Pengujian hipotesis dengan distribusi F (F-ratio)
Pengujian hipotesis
dengan distribusi F (F-ratio) adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi F (F-ratio) sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya
disebut tabel F. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai
dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)
Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b)
Pengujian hipotesis kesamaan dua varians
4.
Berdasarkan Arah atau Bentuk Formulasi Hipotesisnya
Didasarkan atas arah atau bentuk formulasi
hipotesisnya, pengujian hipotesis di bedakan atas 3 jenis, yaitu sebagai
berikut.
a.
Pengujian hipotesis dua pihak (two tail test)
Pengujian hipotesis dua pihak adalah pengujian
hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” dan hipotesis
alternatifnya (H1) berbunyi “tidak sama dengan” (Ho = dan H1 ≠)
b.
Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi kiri
Pengujian hipotesis pihak kiri adalah pengujian
hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” atau “lebih besar
atau sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “lebih kecil” atau
“lebih kecil atau sama dengan” (Ho = atau Ho ≥ dan H1 < atau H1≤ ). Kalimat
“lebih kecil atau sama dengan” sinonim dengan kata “paling sedikit atau paling
kecil”.
c.
Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi kanan
Pengujian hipotesis pihak kanan adalah pengujian
hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” atau “lebih kecil
atau sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “lebih besar” atau
“lebih besar atau sama dengan” (Ho = atau Ho ≤ dan H1 > atau H1 ≥). Kalimat
“lebih besar atau sama dengan” sinonim
dengan kata “paling banyak atau paling besar”.
D.
Taraf Kesalahan
Menguji hipotesis
merupakan menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Sugiyono
mengatakan bahwa terdapat dua cara menaksir. Yang pertama adalah a point estimate atau
titik taksiran yang merupakan suatu tasksiran parameter populasi yang berdasar
pada satu nilai data sampel. Sedangkan yang kedua adalah interval estimate atau
taksiran interval merupakan suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai
interval data sampel. Sebagai contoh, sebuah hipotesis mengatakan bahwa daya
tahan belajar seorang siswa adalah 10 jam per harinya. Maka cara taksir ini
merupakan a point estimate karena melalui satu nilai yaitu dalam 10 jam. Namun
jika hipotesisnya berbunyi daya tahan belajar seorang siswa berada pada rentang
9 hingga 10 jam maka taksiran ini merupakan interval estimate.
E.
Dua Kesalahan dalam Menguji Hipotesis
Sugiyono menyatakan bahwa menaksir
populasi berdasarkan data sampel kemungkinan akan terdapat dua jenis kesalahan
yaitu :
1. Kesalahan Tipe I
Kesalahan tipe pertama ini
merupakan sebuah kesalahan bila menolak Hipotesis nol (Ho) yang benar atau
dalam artian hipotesis tersebut harusnya diterima. Pada saat meneliti suatu
hipotesis dan akhirnya menolak hipotesis tersebut tanpa memeriksa terlebih
dahulu bahwa hipotesis yang di uji telah memenuhi persyaratan dasar untuk
menjadi valid. Ketika seorang peneliti melakukan hal tersebut maka hipotesis
akan menyebabkan kesalahan tipe I.
Kesalahan tipe I atau
kesalahan jenis pertama juga dikenal sebagai "false positive". Cara
sederhana untuk melihat kesalahan semacam ini sangat mencerahkan. Salah satu
contoh dalam investigasi kriminal, hipotesis nol adalah bahwa terdakwa
sebenarnya tidak bersalah, yang akan membuat alternatif bahwa ia akan bersalah.
Jadi, yang akan menjadi kesalahan tipe I dalam skenario spesifik ini adalah
karena dalam kesalahan tipe I kami menolak hipotesis nol dan dalam kasus ini,
seperti yang telah dikatakan, hipotesis nol adalah bahwa orang ini tidak
bersalah, ini berarti bahwa ia akan dinyatakan bersalah dan dikirim ke penjara.
Karena menolak hipotesis nol yang sebenarnya benar maka ini akan menjadi
kesalahan tipe pertama.
Saat sedang menguji apakah
obat eksperimental bisa efektif dalam mengobati penyakit tertentu. Dalam contoh
ini, hipotesis nol adalah bahwa obat tersebut tidak efektif dalam menyembuhkan
penyakit ini. Jika kami menolak, kami akan mengklaim bahwa obat ini memang
efektif, tetapi jika kami menolak hipotesis nol, kami akan mengklaim bahwa obat
ini yang kami uji coba dapat menyembuhkan penyakit ini, padahal sebenarnya obat
itu sama sekali tidak efektif dalam melakukannya. Sekali lagi, ini akan menjadi
kesalahan tipe I.
Sebenarnya ada banyak
contoh untuk kesalahan tipe pertama, yang menjadi inti dari terjadinya
kesalahan ini adalah bagaimana seseorang menarik kesimpulan dari sebuah
hipotesis nol yang sebenarnya benar namun menolak hipotesis tersebut.
2. Kesalahan Tipe II
Tentunya berbeda dengan
kesalahan tipe pertama. Kesalahan tipe kedua ini merupakan kebalikannya. Dimana
kesalahan ini adalah sebuah kesalahan bila menerima hipotesis nol (Ho) yang
salah atau seharusnya menolak hipotesis tersebut. Seorang peneliti menolak secara
sadar sebuah hipotesis namun pada saat
menguji hipotesis tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan maka itu
akan menerima hipotesis secara keliru.
Salah satu contoh yang
akan menghasilkan kesalahan tipe kedua adalah ketika sebuah hipotesis nol
bernilai salah, namun ketika menarik kesimpulan lalu menerima hipotesis
tersebut akan menghasilkan kesalahan tipe kedua.
Berdasarkan hal
tersebut, maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat
digambarkan sebagai berikut:
Tabel
I
Hubungan
Antara Keputusan Menolak atau Menerima Hipotesis
Keputusan
|
Keadaan Sebenarnya
|
|
Hipotesis Benar
|
Hipotesis Salah
|
|
Terima hipotesis
|
Tidak membuat kesalahan
|
Kesalahan tipe II (β)
|
Tolak hipotesis
|
Kesalahan tipe I (α)
|
Tidak membuat kesalahan
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Keputusan menerima hipotesis nol yang benar, berarti
tidak membuat kesalahan.
2. Keputusan menerima
hipotesis nol yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II.
3. Keputusan menolak
hipotesis nol yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I.
4. Keputusan menolak
hipotesis nol yang salah, berarti tidak membuat kesalahan.
Tingkat kesalahan ini kemudian disebut level
of significant atau tingkat signifikansi. Dalam prakteknya tingkat
signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis
diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1%
dan 5%. Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1% berarti bila
penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama, maka
akan terdapat satu kesimpulan salah yang dilakukan untuk populasi.
Dalam pengujian hipotesis kebanyakan
digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen kesalahan untuk menolak
hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya diterima). Prinsip pengujian
hipotesis yang baik adalah meminimalkan nilai α dan β. Dalam perhitungan, nilai
α dapat dihitung sedangkan nilai β hanya bisa dihitung
jika nilai hipotesis alternatif sangat spesifik. Pada pengujian hipotesis, kita
lebih sering berhubungan dengan nilai α. Dengan asumsi, nilai α
yang kecil juga mencerminkan nilai β yang juga kecil. Menurut Furqon
(2004:167), kedua tipe kekeliruan tersebut berhubungan negatif (berlawanan
arah). Para peneliti biasanya, secara konservatif menetapkan sekecil mungkin
(0,05 atau 0,01) sehingga meminimalkan peluang kekelliruan tipe I. Dalam hal
ini, mereka beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima
merupakan kekeliruan yang serius mengingat akibat yang ditimbulkannya. Namun perlu diingat
dalam menetapkan taraf signifikansi kita harus melihat situasi penelitian.
Yang kita
ketahui bumi memang berbentuk bola. Nah, kalau kita menolak bumi berbentuk,
berarti bumi berbentuk kubus. Sedangkan, jika kita menolak bumi berbentuk
kubus, berarti bumi berbentuk bola. Jelas di sini bahwa kesalahan tipe I lebih
“mahal” dibandingkan dengan kesalahan tipe II. Jika si peneliti menolak
menyimpulkan bumi berbentuk kubus—artinya sama dengan mendukung simpulan bahwa
bumi berbentuk bola, maka kesalahannya menyimpulkan itu tidak “mahal” sama
sekali karena bumi memang berbentuk bola. Artinya, walaupun ia menolak Ha,
kesalahannya tidak berbahaya sama sekali.
Contoh
lain misalnya masalah titik didih air. Fakta yang ada menunjukkan bahwa air
mendidih pada suhu 100 derajat C. Seorang peneliti ingin tahu apakah ada air
yang mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Hipotesis nol adalah: “Air
mendidih pada suhu 1000C”; hipotesis alternatif, “Air mendidih pada suhu di
bawah 100 derajat C. Risiko atau biaya kesalahan tipe I, menolak air fakta
bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat C, lebih besar daripada kesalahan tipe
II, menolak air mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Jelas bahwa kesalahan tipe I lebih “berbahaya”
daripada kesalahan tipe II.
Manusia
pada dasarnya memiliki kejujuran, namun ada manusia yang tidak jujur. Jika
dibuat menjadi hipotesis penelitian, maka hipotesis nol, “Setiap manusia
bersifat jujur”; sedangkan hipotesis alternatif, “Ada manusia yang tidak
jujur”.
Yang
pertama, mengatakan manusia jujur sebagai manusia yang tidak jujur, berarti
menolak hipotesis nol. Sehingga, kesalahan menolak hipotesis nol adalah
kesalahan tipe I. Sedangkan yang kedua, mengatakan manusia yang tidak jujur
sebagai manusia jujur, berarti menolak hipotesis alternatif. Artinya, kesalahan
menolak hipotesis alternatif adalah kesalahan tipe II.
Contoh
lain, manusia
secara kodrati adalah makhluk yang setia kepada pasangannya. Namun, selalu ada
manusia yang tidak setia kepada pasangannya. Hipotesis nol, “Setiap manusia
setia kepada pasangannya”; hipotesis alternatif, “Ada manusia yang tidak setia
kepada pasangannya”. Mana yang lebih berbahaya, tidak jadi mengawini seseorang
yang sebenarnya setia (menolak hipotesis nol) ataukah mengawini seseorang yang
sebenarnya tidak setia (hipotesis alternatif)? Jelas lebih baik tidak mengawini
siapapun daripada harus mengawini orang yang tidak setia sama sekali!
Dua
contoh yang pertama tentang bumi dan air terjadi di bidang ilmu alam sedangkan
yang dua contoh terakhir terjadi di bidang ilmu sosial. Pelajaran di sini
adalah bahwa, ternyata, kedua cabang ilmu itu tidak bisa dipandang dengan kacamata
yang sama. Seorang peneliti di ilmu alam: fisika, biologi, kimia, dll, akan
berusaha menghindari kesalahan tipe I karena risiko atau konsekuensinya lebih
mahal dibandingkan dengan kesalahan tipe II. Sebaliknya, peneliti di ilmu
sosial: ekonomika, bisnis, psikologi, dll, lebih memilih menghindari kesalahan
tipe II karena biayanya lebih mahal dibandingkan dengan kesalahan tipe I.
Namun,
simpulan itu tidak sepenuhnya sesuai untuk ilmu hukum terutama jika terjadi di
pengadilan. Kesalahan tipe I adalah jika hakim menilai si terdakwa yang tidak
bersalah sebagai orang yang bersalah dan, dengan demikian, memenjarakannya.
Sebaliknya, kesalahan tipe II adalah jika hakim menilai si penjahat tidak
melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan dan, kemudian, membebaskan si
penjahat.
Jika kita
selisik dengan baik, kesalahan tipe I adalah kesalahan yang berat karena hakim
bisa saja menghukum mati, misalnya, seseorang yang tidak bersalah. Jelas
kesalahan ini mahal harganya. Sebaliknya, kesalahan tipe II juga bisa menjadi
kesalahan yang berat, karena hakim bisa saja membebaskan seorang pembunuh berdarah
dingin.
Setiap pembuat kebijakan di level manapun
harus paham dengan kesalahan tipe I dan tipe II dan mana di antara mereka yang
lebih mahal dibandingkan dengan yang lain. Mana yang lebih mahal menyimpulkan
bahwa rakyat sedang tidak mengalami kesulitan ketika mereka benar-benar tidak
bisa membeli segenggam beras (kesalahan tipe II) daripada menyimpulkan bahwa
mereka mampu membeli kebutuhan mereka (kesalahan tipe I) jika pertumbuhan
ekonomi menunjukkan peningkatan?
Mana yang
lebih mahal menyimpulkan bahwa banjir bandang bukan disebabkan oleh
penggundulan hutan (kesalahan tipe II) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa
bencana hanya semata-mata bencana (kesalahan tipe I) ketika penggundulan hutan
memang terjadi?
Mana yang
lebih mahal biayanya, menyimpulkan bahwa angkatan perang kita masih bisa
menghadang ancaman dari luar negeri (kesalahan tipe I) dibandingkan dengan
menyimpulkan bahwa angkatan perang kita tidak kuat menghadapi ancaman dari luar
negeri (kesalahan tipe II)?
Mana yang
lebih mahal biayanya, salah menyimpulkan bahwa ada anggota DPR kompeten
(kesalahan tipe I) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa ada anggota DPR yang
tidak kompeten (kesalahan tipe II)?
Seorang pembuat kebijakan, harus paham
dengan kedua tipe kesalahan ini. Setidaknya, ia harus dibantu oleh orang yang
benar-benar paham dengan risiko masing-masing tipe kesalahan ini.
Pengujian hipotesis digunakan di sejumlah besar
disiplin ilmu yang berbeda termasuk ilmu sosial dan alam, meskipun banyak orang
mungkin menganggap pengujian hipotesis sebagai sesuatu yang hanya berkaitan
dengan statistik. Karena kedua kesalahan tersebut dengan cara yang tidak dapat
dihindari oleh desain, sangat penting untuk menyadarinya sehingga Anda dapat
merencanakan desain Anda dengan lebih baik sebelum terlambat. Ini adalah
satu-satunya cara untuk menghindarinya agar tidak terjadi dan, karenanya,
menarik kesimpulan yang salah.
“Ada dua hasil yang mungkin: jika hasilnya
mengkonfirmasi hipotesis, maka Anda telah melakukan pengukuran. Jika hasilnya
bertentangan dengan hipotesis, maka Anda telah membuat penemuan. " – Enrico Fermi
Sebuah hipotesis nol hanya bisa benar atau salah.
Bahkan, terlalu sering berasumsi bahwa hipotesis nol benar sampai saat ketika
bukti yang bertentangan ditemukan. Cara terbaik untuk menghindari kedua jenis
kesalahan ini adalah dengan menerapkan hipotesis di dunia nyata sebanyak
positif.
F.
Macam-macam Pengujian Hipotesis
Ada dua macam jenis
pengujian hipotesis dilihat dari arahnya yaitu One
Tailed dan Two tailed. Perbedaan dari keduanya sangat signifikan. Secara
sederhana, one tailed atau two tailed merupakan sebuah patokan sederhana untuk
menguji sebuah hipotesis. Perbedaan dari keduanya terletak pada hipotesis yang
akan diuji. Dalam artian hipotesis yang akan diuji akan menentukan patokan mana
yang akan digunakan dalam pengujian. Hipotesis terbagi menjadi dua berdasarkan
arahnya, yaitu hipotesis terarah dan tidak terarah.
Contoh hipotesis terarah
adalah:
1. Korelasional : semakin tinggi kecemasan seseorang maka semakin tinggi pula kemalasan
seseorang mengerjakan skripsi (Terdapat hubungan positif antara kecemasan dan
kemalasan seseorang mengerjakan skripsi)
2. Komparatif : orang yang cemas lebih malas mengerjakan
skripsi daripada orang yang tidak cemas.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang
dibangun sudah terarah, dalam artian telah diketahui bagaimana arah hubungan
atau arah perbedaannya. Maksudnya, dengan hipotesis tersebut kita langsung
memprediksi bahwa hubungan yang akan terjadi antara kecemasan dengan kemalasan
seseorang mengerjakan skripsi ialah hubungan positif. Semakin orang cemas maka
semakin dia malas mengerjakan skripsi. Konsekuensinya, kita tidak akan
memprediksi hubungan negatif antara kedua variabel tersebut.
Contoh hipotesis tak
terarah adalah:
1. Korelasional : terdapat hubungan antara kecemasan
dengan kemalasan seseorang mengerjakan skripsi
2. Komparatif : terdapat perbedaam antara orang yang
cemas pada kemalasan mengerjakan skripsi
Dari contoh tersebut, kita tidak dapat mengetahui bagaimana hubungan
yang akan terjadi. Apakah hubungan positif atau negatif yang akan terjadi. Kita
juga tidak dapat mengetahui bagaimana perbedaan yang akan terjadi.. apakah A
lebih tinggi daripada B begitupun sebaliknya. Kunci dari keduanya adalah
1-tailed digunakan untuk hipotesis yang terarah dan 2-tailed digunakan untuk
hipotesis tak terarah.
G.
Hubungan antara kesalahan dalam pengujian dengan
1-tailed atau 2-tailed
Pengujian 1-tailed dan
2-tailed punya aturan main tersendiri. Jadi ada alasan kapan 1-tailed dan
2-tailed dapat digunakan pada saat melakukan pengujian. Ketepatan dalam
penggunaan pengujian ini tentu akan berdampak pula pada hasil penarikan
kesimpulan. Maka dari itu seorang peneliti harus lebih memahami mengenai
1-tailed maupun 2-tailed agar hasil nya nanti tidak akan menghasilkan sebuah
kesalahan tipe pertama maupun kedua.
Butir soal dan pembahasan
1. Apakah hipotesis
sangat penting untuk semua penelitian?
Jawab: hipotesis pada umumnya hanya digunakan untuk
penelitian kuantitatif. Karena sebuah penelitian kuatitatif sangat membutuhkan
sebuah hipotesis sebelum melakukan sebuah penelitian. Sedangkan pada penelitian
kualitatif tidak begitu memerlukan sebuah hipotesis karena sifatnya berjalan
secara alami.
2. Mengapa sebuah kesalahan dapat terjadi dalam sebuah
penelitian?
Jawab: pada dasarnya cukup lumrah ketika melakukan
sebuah penelitian akan menghasilkan sebuah kesalahan. Yang paling sering
menjadi alasan terjadinya kesalahan dalam penelitian adalah pada saat peneliti
belum cukup paham untuk cara menyimpulkan sebuah hasil. Maka dari itu
dibutuhkan sebuah pemahaman yang cukup dalam untuk melakukan sebuah penelitian.
3. Bagaimana seorang peneliti harus bersikap ketika
terjadi sebuah kesalahan?
Jawab: pada saat terjadi sebuah kesalahan, seorang
peneliti tidak boleh merasa tertekan. Mereka harusnya lebih segera mencari
solusi bagaimana memecahkan masalah yang mereka hadapi. Yang paling penting
adalah lebih semangat dan banyak mencari sumber agar pemahamannya lebih dalam.
4. Mana yang lebih penting uji one tailed atau two
tailed?
Jawab: keduanya sangat penting. Hanya saja, ada
situasi dimana keduanya harus dipilih untuk menguji sebuah hipotesis. Hal itu
bergantung kepada hipotesis seperti apa yang akan diuji dan disesuaikan dengan
pengujian yang cocok untuk digunakan.
5. Apakah sebuah hipotesis selalu bernilai benar?
Jawab: sebuah hipotesis tentunya tak selalu benar. Hanya
saja kondisi hipotesis lebih banyak yang bernilai benaar yang kemudian akan
dibuktikan oleh sebuah penelitian.