Selasa, 31 Maret 2020

Kesalahan Tipe I dan II serta Kaitannya dengan Hipotesis One Tail atau Two tail


Kesalahan Tipe I dan II serta Kaitannya dengan Hipotesis One Tail atau Two tail
A.   Pengujian Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, Hupo berarti Lemah atau kurang atau di bawah, Thesis merupakan teori, proposisi atau pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Kesimpulannya Hipotesis dapat diartikan sebagai pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara.
Setelah hipotesis dirumuskan dan dievaluasi semuanya itu harus diuji melalui pengumpulan data lalu diolah. Kemudian barulah sampai pada suatu kesimpulan menerima atau menolak hipotesis tersebut. Di dalam menentukan penerimaan dan penolakan hipotesis maka hipotesis alternatif (Ha) diubah menjadi hipotesis nol (Ho).
Pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi yang sifatnya masih sementara atau lemah kebenarannya merupakan Hipotesis statistik. Hipotesis statistik dapat berbentuk suatu variabel seperti binomial, poisson, dan normal atau nilai dari suatu parameter, seperti rata-rata, varians, simpangan baku, dan proporsi. Hipotesis statistik harus di uji, karena itu harus berbentuk kuantitas untuk dapat di terima atau di tolak. Hipotesis statistik akan di terima jika hasil pengujian membenarkan pernyataannya dan akan di tolak jika terjadi penyangkalan dari pernyataannya.
Suatu prosedur dilakukan dengan tujuan untuk menentukan apakah menerima atau menolak hipotesis itu. Dalam pengujian hipotesis, keputusan yang dibuat mengandung ketidakpastian, artinya keputusan bisa benar atau bisa saja salah sehingga dapat menimbulkan sebuah resiko.
Menurut Furchan (2007: 130-131), untuk menguji hipotesis peneliti harus:
1.      Menarik kesimpulan tentang konsekuensi-konsekuensi yang akan dapat diamati apabila hipotesis tersebut benar.
2.     Memilih metode-metode penelitian yang akan memungkinkan pengamatan, eksperimentasi, atau prosedur lain yang diperlukan untuk menunjukkan apakah akibat-akibat tersebut terjadi atau tidak, dan
3.     Menerapkan metode ini serta mengumpulkan data yang dapat dianalisis untuk menunjukkan apakah hipotesis tersebut didukung oleh data atau tidak.
Secara umum hipotesis dapat diuji denga dua cara, yaitu mencocokkan dengan fakta, atau dengan mempelajari konsistensi logis. Dalam menguji hipotesis dengan mencocokkan fakta, maka diperlukan percobaan-percobaan untuk memperoleh data. Data tersebut kemudian kita nilai untuk mengetahui apakah hipotesis tersebut cocok dengan fakta tersebut atau tidak. Jika hipotesis diuji dengan konsistensi logis, maka si peneliti memilih suatu desain di mana logika dapat digunakan, untuk menerima atau menolak hipotesis.
B.   Prosedur Pengujian Hipotesis
Prosedur pengujian hipotesis statistic adalah langkah-langkah yang di pergunakan dalam menyelesaikan pengujian hipotesis tersebut. Berikut ini langkah-langkah pengujian hipotesis statistic :
1.      Menentukan  Formulasi Hipotesis
Formulasi atau perumusan hipotesis statistic dapat di bedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut;
a.      Hipotesis nol / nihil (HO)
Hipotesis nol adalah hipotesis yang dirumuskan sebagai suatu pernyataan yang akan di uji. Hipotesis nol tidak memiliki perbedaan atau perbedaannya nol dengan hipotesis sebenarnya.
b.      Hipotesis alternatif/ tandingan (H1/ Ha)
Hipotesis alternatif adalah hipotesis yang di rumuskan sebagai lawan atau tandingan dari hipotesis nol. Dalam menyusun hipotesis alternatif, timbul 3 keadaan berikut.
a)    H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih besar dari pada harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau satu arah, yaitu pengujian sisi atau arah kanan.
b)   H1 menyatakan bahwa harga parameter lebih kecil dari pada harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian satu sisi atau satu arah, yaitu pengujian sisi atau arah kiri.
c)    H1 menyatakan bahwa harga parameter tidak sama dengan harga yang di hipotesiskan. Pengujian itu disebut pengujian dua sisi atau dua arah, yaitu pengujian sisi atau arah kanan dan kiri sekaligus.
Secara umum, formulasi hipotesis dapat di tuliskan :
Apabila hipotesis nol (H0) diterima (benar) maka hipotesis alternatif (Ha) di tolak. Demikian pula sebaliknya, jika hipotesis alternatif (Ha) di terima (benar) maka hipotesis nol (H0) ditolak.
2.     Menentukan Taraf Nyata (α)
Taraf nyata adalah besarnya batas toleransi dalam menerima kesalahan hasil hipotesis terhadap nilai parameter populasinya. Semakin tinggi taraf nyata yang di gunakan, semakin tinggi pula penolakan hipotesis nol atau hipotesis yang di uji, padahal hipotesis nol benar.
Besaran yang sering di gunakan untuk menentukan taraf nyata dinyatakan dalam %, yaitu: 1% (0,01), 5% (0,05), 10% (0,1), sehingga secara umum taraf nyata di tuliskan sebagai α0,01, α0,05, α0,1. Besarnya nilai α bergantung pada keberanian pembuat keputusan yang dalam hal ini berapa besarnya kesalahan (yang menyebabkan resiko) yang akan di tolerir. Besarnya kesalahan tersebut di sebut sebagai daerah kritis pengujian (critical region of a test) atau daerah penolakan ( region of rejection).
Nilai α yang dipakai sebagai taraf nyata di gunakan untuk menentukan nilai distribusi yang di gunakan pada pengujian, misalnya distribusi normal (Z), distribusi t, dan distribusi X². Nilai itu sudah di sediakan dalam bentuk tabel di sebut nilai kritis.
3.     Menentukan Kriteria Pengujian
Kriteria Pengujian adalah bentuk pembuatan keputusan dalam menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) dengan cara membandingkan nilai α tabel distribusinya (nilai kritis) dengan nilai uji statistiknya, sesuai dengan bentuk pengujiannya. Yang di maksud dengan bentuk pengujian adalah sisi atau arah pengujian.
a.    Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya lebih kecil atau lebih besar daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik berada di luar nilai kritis.
b.    Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistiknya lebih besar atau lebih kecil daripada nilai positif atau negatif dari α tabel. Atau nilai uji statistik berada di luar nilai kritis.
4.     Menentukan Nilai Uji Statistik
Uji statistik merupakan rumus-rumus yang berhubungan dengan distribusi tertentu dalam pengujian hipotesis. Uji statistik merupakan perhitungan untuk menduga parameter data sampel yang di ambil secara random dari sebuah populasi. Misalkan, akan di uji parameter populasi (P), maka yang pertama-tam di hitung adalah statistik sampel (S).
5.     Membuat Kesimpulan
Pembuatan kesimpulan merupakan penetapan keputusan dalam hal penerimaan atau penolakan hipotesis nol (Ho) yang sesuai dengan kriteria pengujiaanya. Pembuatan kesimpulan dilakukan setelah membandingkan nilai uji statistik dengan nilai α tabel atau nilai kritis.
a.    Penerimaan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada di luar nilai kritisnya.
b.    Penolakan Ho terjadi jika nilai uji statistik berada di dalam nilai kritisnya.

Kelima langkah pengujian hipotesis tersebut di atas dapat di ringkas seperti berikut.
Langkah 1 : Menentukan formulasi hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (Ha)
Langkah 2 : Memilih suatu taraf nyata (α) dan menentukan nilai table.
Langkah 3 : Membuat criteria pengujian berupa penerimaan dan penolakan H0.
Langkah 4 : Melakukan uji statistic
Langkah 5 : Membuat kesimpulannya dalam hal penerimaan dan penolakan H0.
C.   Jenis-Jenis Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dapat di bedakan atas beberapa jenis berdasarkan kriteria yang menyertainya.
1.      Berdasarkan Jenis Parameternya
Didasarkan atas jenis parameter yang di gunakan, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas tiga jenis, yaitu sebagai berikut .
a.    Pengujian hipotesis tentang rata-rata
Pengujian hipotesis tentang rata-rata adalah pengujian hipotesis mengenai rata-rata populasi yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
a)    Pengujian hipotesis satu rata-rata
b)   Pengujian hipotesis beda dua rata-rata
c)    Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b.    Pengujian hipotesis tentang proporsi
Pengujian hipotesis tentang proporsi adalah pengujian hipotesis mengenai proporsi populasi yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
a)    Pengujian hipotesis satu proporsi
b)   Pengujian hipotesis beda dua proporsi
c)    Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
c.      Pengujian hipotesis tentang varians
Pengujian hipotesis tentang varians adalah pengujian hipotesis mengenai rata-rata populasi yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
a)    Pengujian hipotesis tentang satu varians
b)   Pengujian hipotesis tentang kesamaan dua varians
2.     Berdasarkan Jumlah Sampelnya
Didasarkan atas ukuran sampelnya, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas dua jenis, yaitu sebagai berikut.
a.      Pengujian hipotesis sampel besar
Pengujian hipotesis sampel besar adalah pengujian hipotesis yang menggunakan sampel lebih besar dari 30 (n > 30).
b.     Pengujian hipotesis sampel kecil
Pengujian hipotesis sampel kecil adalah pengujian hipotesis yang menggunakan sampel lebih kecil atau sama dengan 30 (n ≤ 30).
3.     Berdasarkan Jenis Distribusinya
Didasarkan atas jenis distribusi yang digunakan, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas empat jenis, yaitu sebagai berikut.
a.      Pengujian hipotesis dengan distribusi  Z
Pengujian hipotesis dengan distribusi  Z adalah pengujian hipotesis yang menggunakan distribusi Z sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel normal standard. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)    Pengujian hipotesis satu dan beda dua rata-rata sampel besar
b)   Pengujian satu dan beda dua proporsi
c)    Pengujian hipotesis dengan distribusi t (t-student)
Pengujian hipotesis  dengan distribusi t adalah pengujian hipotesis yang menggunakan distribusi t sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel t-student. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)    Pengujian hipotesis satu rata-rata sampel kecil
b)   Pengujian hipotesis beda dua rata-rata sampel kecil
c)    Pengujian hipotesis dengan distribusi  χ2( kai kuadrat)
Pengujian hipotesis  dengan distribusi χ2 (kai kuadrat) adalah pengujian hipotesis yang menggunakan distribusi χ2 sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel χ2. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)    Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
b)   Pengujian Independensi
c)    Pengujian hipotesis kompatibilitas
d)   Pengujian hipotesis dengan distribusi F (F-ratio)
Pengujian hipotesis  dengan distribusi F (F-ratio) adalah pengujian hipotesis yang menggunakan distribusi F (F-ratio) sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel F. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
a)    Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b)   Pengujian hipotesis kesamaan dua varians
4.     Berdasarkan Arah atau Bentuk Formulasi Hipotesisnya
Didasarkan atas arah atau bentuk formulasi hipotesisnya, pengujian hipotesis di bedakan atas 3 jenis, yaitu sebagai berikut.
a.    Pengujian hipotesis dua pihak (two tail test)
Pengujian hipotesis dua pihak adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “tidak sama dengan” (Ho = dan H1 ≠)
b.    Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi kiri
Pengujian hipotesis pihak kiri adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” atau “lebih besar atau sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “lebih kecil” atau “lebih kecil atau sama dengan” (Ho = atau Ho ≥ dan H1 < atau H1≤ ). Kalimat “lebih kecil atau sama dengan” sinonim dengan kata “paling sedikit atau paling kecil”.
c.      Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi kanan
Pengujian hipotesis pihak kanan adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (Ho) berbunyi “sama dengan” atau “lebih kecil atau sama dengan” dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi “lebih besar” atau “lebih besar atau sama dengan” (Ho = atau Ho ≤ dan H1 > atau H1 ≥). Kalimat “lebih besar  atau sama dengan” sinonim dengan kata “paling banyak atau paling besar”.
D.   Taraf Kesalahan
Menguji hipotesis merupakan menaksir parameter populasi berdasarkan data sampel. Sugiyono mengatakan bahwa terdapat dua cara menaksir. Yang pertama adalah a point estimate atau titik taksiran yang merupakan suatu tasksiran parameter populasi yang berdasar pada satu nilai data sampel. Sedangkan yang kedua adalah interval estimate atau taksiran interval merupakan suatu taksiran parameter populasi berdasarkan nilai interval data sampel. Sebagai contoh, sebuah hipotesis mengatakan bahwa daya tahan belajar seorang siswa adalah 10 jam per harinya. Maka cara taksir ini merupakan a point estimate karena melalui satu nilai yaitu dalam 10 jam. Namun jika hipotesisnya berbunyi daya tahan belajar seorang siswa berada pada rentang 9 hingga 10 jam maka taksiran ini merupakan interval estimate.
E.   Dua Kesalahan dalam Menguji Hipotesis
Sugiyono menyatakan bahwa menaksir populasi berdasarkan data sampel kemungkinan akan terdapat dua jenis kesalahan yaitu :
1.      Kesalahan Tipe I
Kesalahan tipe pertama ini merupakan sebuah kesalahan bila menolak Hipotesis nol (Ho) yang benar atau dalam artian hipotesis tersebut harusnya diterima. Pada saat meneliti suatu hipotesis dan akhirnya menolak hipotesis tersebut tanpa memeriksa terlebih dahulu bahwa hipotesis yang di uji telah memenuhi persyaratan dasar untuk menjadi valid. Ketika seorang peneliti melakukan hal tersebut maka hipotesis akan menyebabkan kesalahan tipe I.
Kesalahan tipe I atau kesalahan jenis pertama juga dikenal sebagai "false positive". Cara sederhana untuk melihat kesalahan semacam ini sangat mencerahkan. Salah satu contoh dalam investigasi kriminal, hipotesis nol adalah bahwa terdakwa sebenarnya tidak bersalah, yang akan membuat alternatif bahwa ia akan bersalah. Jadi, yang akan menjadi kesalahan tipe I dalam skenario spesifik ini adalah karena dalam kesalahan tipe I kami menolak hipotesis nol dan dalam kasus ini, seperti yang telah dikatakan, hipotesis nol adalah bahwa orang ini tidak bersalah, ini berarti bahwa ia akan dinyatakan bersalah dan dikirim ke penjara. Karena menolak hipotesis nol yang sebenarnya benar maka ini akan menjadi kesalahan tipe pertama.
Saat sedang menguji apakah obat eksperimental bisa efektif dalam mengobati penyakit tertentu. Dalam contoh ini, hipotesis nol adalah bahwa obat tersebut tidak efektif dalam menyembuhkan penyakit ini. Jika kami menolak, kami akan mengklaim bahwa obat ini memang efektif, tetapi jika kami menolak hipotesis nol, kami akan mengklaim bahwa obat ini yang kami uji coba dapat menyembuhkan penyakit ini, padahal sebenarnya obat itu sama sekali tidak efektif dalam melakukannya. Sekali lagi, ini akan menjadi kesalahan tipe I.
Sebenarnya ada banyak contoh untuk kesalahan tipe pertama, yang menjadi inti dari terjadinya kesalahan ini adalah bagaimana seseorang menarik kesimpulan dari sebuah hipotesis nol yang sebenarnya benar namun menolak hipotesis tersebut.
2.     Kesalahan Tipe II
Tentunya berbeda dengan kesalahan tipe pertama. Kesalahan tipe kedua ini merupakan kebalikannya. Dimana kesalahan ini adalah sebuah kesalahan bila menerima hipotesis nol (Ho) yang salah atau seharusnya menolak hipotesis tersebut. Seorang peneliti menolak secara sadar sebuah hipotesis  namun pada saat menguji hipotesis tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan maka itu akan menerima hipotesis secara keliru.
Salah satu contoh yang akan menghasilkan kesalahan tipe kedua adalah ketika sebuah hipotesis nol bernilai salah, namun ketika menarik kesimpulan lalu menerima hipotesis tersebut akan menghasilkan kesalahan tipe kedua.
Berdasarkan hal tersebut, maka hubungan antara keputusan menolak atau menerima hipotesis dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel I
Hubungan Antara Keputusan Menolak atau Menerima Hipotesis
Keputusan
Keadaan Sebenarnya
Hipotesis Benar
Hipotesis Salah
Terima hipotesis
Tidak membuat kesalahan
Kesalahan tipe II (β)
Tolak hipotesis
Kesalahan tipe I (α)
Tidak membuat kesalahan

Dari tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.     Keputusan menerima hipotesis nol yang benar, berarti tidak membuat kesalahan.
2.    Keputusan menerima hipotesis nol yang salah, berarti terjadi kesalahan tipe II.
3.    Keputusan menolak hipotesis nol yang benar, berarti terjadi kesalahan tipe I.
4.    Keputusan menolak hipotesis nol yang salah, berarti tidak membuat kesalahan.
Tingkat kesalahan ini kemudian disebut level of significant atau tingkat signifikansi. Dalam prakteknya tingkat signifikansi telah ditetapkan oleh peneliti terlebih dahulu sebelum hipotesis diuji. Biasanya tingkat signifikansi (tingkat kesalahan) yang diambil adalah 1% dan 5%. Suatu hipotesis terbukti dengan mempunyai kesalahan 1% berarti bila penelitian dilakukan pada 100 sampel yang diambil dari populasi yang sama, maka akan terdapat satu kesimpulan salah yang dilakukan untuk populasi.
Dalam pengujian hipotesis kebanyakan digunakan kesalahan tipe I yaitu berapa persen kesalahan untuk menolak hipotesis nol (Ho) yang benar (yang seharusnya diterima). Prinsip pengujian hipotesis yang baik adalah meminimalkan nilai α dan β. Dalam perhitungan, nilai α dapat dihitung sedangkan nilai β hanya bisa dihitung jika nilai hipotesis alternatif sangat spesifik. Pada pengujian hipotesis, kita lebih sering berhubungan dengan nilai α. Dengan asumsi, nilai α yang kecil juga mencerminkan nilai β yang juga kecil. Menurut Furqon (2004:167), kedua tipe kekeliruan tersebut berhubungan negatif (berlawanan arah). Para peneliti biasanya, secara konservatif menetapkan sekecil mungkin (0,05 atau 0,01) sehingga meminimalkan peluang kekelliruan tipe I. Dalam hal ini, mereka beranggapan bahwa menolak hipotesis nol yang seharusnya diterima merupakan kekeliruan yang serius mengingat akibat yang ditimbulkannya. Namun perlu diingat dalam menetapkan taraf signifikansi kita harus melihat situasi penelitian.
Yang kita ketahui bumi memang berbentuk bola. Nah, kalau kita menolak bumi berbentuk, berarti bumi berbentuk kubus. Sedangkan, jika kita menolak bumi berbentuk kubus, berarti bumi berbentuk bola. Jelas di sini bahwa kesalahan tipe I lebih “mahal” dibandingkan dengan kesalahan tipe II. Jika si peneliti menolak menyimpulkan bumi berbentuk kubus—artinya sama dengan mendukung simpulan bahwa bumi berbentuk bola, maka kesalahannya menyimpulkan itu tidak “mahal” sama sekali karena bumi memang berbentuk bola. Artinya, walaupun ia menolak Ha, kesalahannya tidak berbahaya sama sekali.
Contoh lain misalnya masalah titik didih air. Fakta yang ada menunjukkan bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat C. Seorang peneliti ingin tahu apakah ada air yang mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Hipotesis nol adalah: “Air mendidih pada suhu 1000C”; hipotesis alternatif, “Air mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Risiko atau biaya kesalahan tipe I, menolak air fakta bahwa air mendidih pada suhu 100 derajat C, lebih besar daripada kesalahan tipe II, menolak air mendidih pada suhu di bawah 100 derajat C. Jelas bahwa kesalahan tipe I lebih “berbahaya” daripada kesalahan tipe II.
Manusia pada dasarnya memiliki kejujuran, namun ada manusia yang tidak jujur. Jika dibuat menjadi hipotesis penelitian, maka hipotesis nol, “Setiap manusia bersifat jujur”; sedangkan hipotesis alternatif, “Ada manusia yang tidak jujur”.
Yang pertama, mengatakan manusia jujur sebagai manusia yang tidak jujur, berarti menolak hipotesis nol. Sehingga, kesalahan menolak hipotesis nol adalah kesalahan tipe I. Sedangkan yang kedua, mengatakan manusia yang tidak jujur sebagai manusia jujur, berarti menolak hipotesis alternatif. Artinya, kesalahan menolak hipotesis alternatif adalah kesalahan tipe II.
Contoh lain, manusia secara kodrati adalah makhluk yang setia kepada pasangannya. Namun, selalu ada manusia yang tidak setia kepada pasangannya. Hipotesis nol, “Setiap manusia setia kepada pasangannya”; hipotesis alternatif, “Ada manusia yang tidak setia kepada pasangannya”. Mana yang lebih berbahaya, tidak jadi mengawini seseorang yang sebenarnya setia (menolak hipotesis nol) ataukah mengawini seseorang yang sebenarnya tidak setia (hipotesis alternatif)? Jelas lebih baik tidak mengawini siapapun daripada harus mengawini orang yang tidak setia sama sekali!
Dua contoh yang pertama tentang bumi dan air terjadi di bidang ilmu alam sedangkan yang dua contoh terakhir terjadi di bidang ilmu sosial. Pelajaran di sini adalah bahwa, ternyata, kedua cabang ilmu itu tidak bisa dipandang dengan kacamata yang sama. Seorang peneliti di ilmu alam: fisika, biologi, kimia, dll, akan berusaha menghindari kesalahan tipe I karena risiko atau konsekuensinya lebih mahal dibandingkan dengan kesalahan tipe II. Sebaliknya, peneliti di ilmu sosial: ekonomika, bisnis, psikologi, dll, lebih memilih menghindari kesalahan tipe II karena biayanya lebih mahal dibandingkan dengan kesalahan tipe I.
Namun, simpulan itu tidak sepenuhnya sesuai untuk ilmu hukum terutama jika terjadi di pengadilan. Kesalahan tipe I adalah jika hakim menilai si terdakwa yang tidak bersalah sebagai orang yang bersalah dan, dengan demikian, memenjarakannya. Sebaliknya, kesalahan tipe II adalah jika hakim menilai si penjahat tidak melakukan kejahatan seperti yang dituduhkan dan, kemudian, membebaskan si penjahat.
Jika kita selisik dengan baik, kesalahan tipe I adalah kesalahan yang berat karena hakim bisa saja menghukum mati, misalnya, seseorang yang tidak bersalah. Jelas kesalahan ini mahal harganya. Sebaliknya, kesalahan tipe II juga bisa menjadi kesalahan yang berat, karena hakim bisa saja membebaskan seorang pembunuh berdarah dingin.
Setiap pembuat kebijakan di level manapun harus paham dengan kesalahan tipe I dan tipe II dan mana di antara mereka yang lebih mahal dibandingkan dengan yang lain. Mana yang lebih mahal menyimpulkan bahwa rakyat sedang tidak mengalami kesulitan ketika mereka benar-benar tidak bisa membeli segenggam beras (kesalahan tipe II) daripada menyimpulkan bahwa mereka mampu membeli kebutuhan mereka (kesalahan tipe I) jika pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan?
Mana yang lebih mahal menyimpulkan bahwa banjir bandang bukan disebabkan oleh penggundulan hutan (kesalahan tipe II) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa bencana hanya semata-mata bencana (kesalahan tipe I) ketika penggundulan hutan memang terjadi?
Mana yang lebih mahal biayanya, menyimpulkan bahwa angkatan perang kita masih bisa menghadang ancaman dari luar negeri (kesalahan tipe I) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa angkatan perang kita tidak kuat menghadapi ancaman dari luar negeri (kesalahan tipe II)?
Mana yang lebih mahal biayanya, salah menyimpulkan bahwa ada anggota DPR kompeten (kesalahan tipe I) dibandingkan dengan menyimpulkan bahwa ada anggota DPR yang tidak kompeten (kesalahan tipe II)?
Seorang pembuat kebijakan, harus paham dengan kedua tipe kesalahan ini. Setidaknya, ia harus dibantu oleh orang yang benar-benar paham dengan risiko masing-masing tipe kesalahan ini.
Pengujian hipotesis digunakan di sejumlah besar disiplin ilmu yang berbeda termasuk ilmu sosial dan alam, meskipun banyak orang mungkin menganggap pengujian hipotesis sebagai sesuatu yang hanya berkaitan dengan statistik. Karena kedua kesalahan tersebut dengan cara yang tidak dapat dihindari oleh desain, sangat penting untuk menyadarinya sehingga Anda dapat merencanakan desain Anda dengan lebih baik sebelum terlambat. Ini adalah satu-satunya cara untuk menghindarinya agar tidak terjadi dan, karenanya, menarik kesimpulan yang salah.
“Ada dua hasil yang mungkin: jika hasilnya mengkonfirmasi hipotesis, maka Anda telah melakukan pengukuran. Jika hasilnya bertentangan dengan hipotesis, maka Anda telah membuat penemuan. " – Enrico Fermi
Sebuah hipotesis nol hanya bisa benar atau salah. Bahkan, terlalu sering berasumsi bahwa hipotesis nol benar sampai saat ketika bukti yang bertentangan ditemukan. Cara terbaik untuk menghindari kedua jenis kesalahan ini adalah dengan menerapkan hipotesis di dunia nyata sebanyak positif.
F.   Macam-macam Pengujian Hipotesis
Ada dua macam jenis pengujian hipotesis dilihat dari arahnya yaitu One Tailed dan Two tailed. Perbedaan dari keduanya sangat signifikan. Secara sederhana, one tailed atau two tailed merupakan sebuah patokan sederhana untuk menguji sebuah hipotesis. Perbedaan dari keduanya terletak pada hipotesis yang akan diuji. Dalam artian hipotesis yang akan diuji akan menentukan patokan mana yang akan digunakan dalam pengujian. Hipotesis terbagi menjadi dua berdasarkan arahnya, yaitu hipotesis terarah dan tidak terarah.
Contoh hipotesis terarah adalah:
1.     Korelasional : semakin tinggi kecemasan  seseorang maka semakin tinggi pula kemalasan seseorang mengerjakan skripsi (Terdapat hubungan positif antara kecemasan dan kemalasan seseorang mengerjakan skripsi)
2.    Komparatif : orang yang cemas lebih malas mengerjakan skripsi daripada orang yang tidak cemas.
Contoh tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang dibangun sudah terarah, dalam artian telah diketahui bagaimana arah hubungan atau arah perbedaannya. Maksudnya, dengan hipotesis tersebut kita langsung memprediksi bahwa hubungan yang akan terjadi antara kecemasan dengan kemalasan seseorang mengerjakan skripsi ialah hubungan positif. Semakin orang cemas maka semakin dia malas mengerjakan skripsi. Konsekuensinya, kita tidak akan memprediksi hubungan negatif antara kedua variabel tersebut.
Contoh hipotesis tak terarah adalah:
1.     Korelasional : terdapat hubungan antara kecemasan dengan kemalasan seseorang mengerjakan skripsi
2.    Komparatif : terdapat perbedaam antara orang yang cemas pada kemalasan mengerjakan skripsi
Dari contoh tersebut, kita  tidak dapat mengetahui bagaimana hubungan yang akan terjadi. Apakah hubungan positif atau negatif yang akan terjadi. Kita juga tidak dapat mengetahui bagaimana perbedaan yang akan terjadi.. apakah A lebih tinggi daripada B begitupun sebaliknya. Kunci dari keduanya adalah 1-tailed digunakan untuk hipotesis yang terarah dan 2-tailed digunakan untuk hipotesis tak terarah.
G.   Hubungan antara kesalahan dalam pengujian dengan 1-tailed atau 2-tailed
Pengujian 1-tailed dan 2-tailed punya aturan main tersendiri. Jadi ada alasan kapan 1-tailed dan 2-tailed dapat digunakan pada saat melakukan pengujian. Ketepatan dalam penggunaan pengujian ini tentu akan berdampak pula pada hasil penarikan kesimpulan. Maka dari itu seorang peneliti harus lebih memahami mengenai 1-tailed maupun 2-tailed agar hasil nya nanti tidak akan menghasilkan sebuah kesalahan tipe pertama maupun kedua.
Butir soal dan pembahasan
1.      Apakah hipotesis sangat penting untuk semua penelitian?
Jawab: hipotesis pada umumnya hanya digunakan untuk penelitian kuantitatif. Karena sebuah penelitian kuatitatif sangat membutuhkan sebuah hipotesis sebelum melakukan sebuah penelitian. Sedangkan pada penelitian kualitatif tidak begitu memerlukan sebuah hipotesis karena sifatnya berjalan secara alami.
2.    Mengapa sebuah kesalahan dapat terjadi dalam sebuah penelitian?
Jawab: pada dasarnya cukup lumrah ketika melakukan sebuah penelitian akan menghasilkan sebuah kesalahan. Yang paling sering menjadi alasan terjadinya kesalahan dalam penelitian adalah pada saat peneliti belum cukup paham untuk cara menyimpulkan sebuah hasil. Maka dari itu dibutuhkan sebuah pemahaman yang cukup dalam untuk melakukan sebuah penelitian.
3.    Bagaimana seorang peneliti harus bersikap ketika terjadi sebuah kesalahan?
Jawab: pada saat terjadi sebuah kesalahan, seorang peneliti tidak boleh merasa tertekan. Mereka harusnya lebih segera mencari solusi bagaimana memecahkan masalah yang mereka hadapi. Yang paling penting adalah lebih semangat dan banyak mencari sumber agar pemahamannya lebih dalam.
4.    Mana yang lebih penting uji one tailed atau two tailed?
Jawab: keduanya sangat penting. Hanya saja, ada situasi dimana keduanya harus dipilih untuk menguji sebuah hipotesis. Hal itu bergantung kepada hipotesis seperti apa yang akan diuji dan disesuaikan dengan pengujian yang cocok untuk digunakan.
5.    Apakah sebuah hipotesis selalu bernilai benar?
Jawab: sebuah hipotesis tentunya tak selalu benar. Hanya saja kondisi hipotesis lebih banyak yang bernilai benaar yang kemudian akan dibuktikan oleh sebuah penelitian.






Analisis Data