Korelasi Bivariat dan
Partial
Sebelum membahas mengenai analisis bivariat dan juga partial, terlebih dahulu kita akan membahas apa itu
korelasi.
A. Korelasi
Secara sederhana, korelasi
dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh, korelasi
tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan
salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari
hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel
tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula
terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila
perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang
lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Dalam Matematika,
korelasi merupakan ukuran dari seberapa dekat dua variabel berubah dalam
hubungan satu sama lain. Sebagai contoh, kita bisa menggunakan tinggi badan dan
usia siswa SD sebagai variabel dalam korelasi positif. Semakin tua usia siswa
SD, maka tinggi badannya pun menjadi semakin tinggi. Hubungan ini disebut
korelasi positif karena kedua variabel mengalami perubahan ke arah yang sama,
yakni dengan meningkatnya usia, maka tinggi badan pun ikut meningkat.
Sementara itu, kita
bisa menggunakan nilai dan tingkat ketidak hadiran siswa sebagai contoh dalam
korelasi negatif. Semakin tinggi tingkat ketidak hadiran siswa di kelas, maka
nilai yang diperolehnya cenderung semakin rendah. Hubungan ini disebut korelasi
negatif karena kedua variabel mengalami perubahan ke arah yang berlawanan,
yakni dengan meningkatnya tingkat ketidak hadiran, maka nilai siswa justru
menurun.
Kedua variabel yang
dibandingkan satu sama lain dalam korelasi dapat dibedakan menjadi variabel independen dan variabel dependen. Sesuai dengan
namanya, variabel independen adalah variabel yang perubahannya cenderung di
luar kendali manusia. Sementara itu variabel dependen adalah variabel yang
dapat berubah sebagai akibat dari perubahan variabel indipenden. Hubungan ini
dapat dicontohkan dengan ilustrasi pertumbuhan tanaman dengan variabel sinar
matahari dan tinggi tanaman. Sinar matahari merupakan variabel independen
karena intensitas cahaya yang dihasilkan oleh matahari tidak dapat diatur oleh manusia.
Sedangkan tinggi tanaman merupakan variabel dependen karena perubahan tinggi
tanaman dipengaruhi langsung oleh intensitas cahaya matahari sebagai variabel
indipenden.
1. Macam-Macam Korelasi
Korelasi sebagai
sebuah analisis memiliki berbagai jenis menurut tingkatannya. Beberapa
tingkatan korelasi yang telah dikenal selama ini antara lain adalah korelasi sederhana, korelasi
parsial, dan korelasi ganda. Pada pembahasan kali
ini hanya akan membahas dua macam korelasi yaitu Korelasi Bivariat dan Partial.
a. Korelasi Bivariat
Analisis korelasi sederhana (Bivariate
Correlation) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk
mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan
seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam SPSS ada tiga
metode korelasi sederhana (bivariate correlation) diantaranya Pearson
Correlation, Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation. Pearson
Correlation digunakan untuk data berskala interval atau rasio,
sedangkan Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation lebih
cocok untuk data berskala ordinal.
Analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product
Moment Pearson akan
dibahas pada kesempatan kali ini. Nilai
korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1
berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0
berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan
hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan
terbalik (X naik maka Y turun).
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk
memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00 - 0,199 =
sangat rendah
0,20 - 0,399 =
rendah
0,40 - 0,599 =
sedang
0,60 - 0,799 =
kuat
0,80 - 1,000 =
sangat kuat
Analisis Korelasi merupakan sebuah studi pembahasan tentang derajat
keeratan hubungan antar variabel yang dinyatakan dengan nilai koefisien
korelasi. Hubungan antara variabel tersebut dapat bersifat positif maupun
negatif. Derajad hubungan biasanya dinyatakan dengan huruf “r” atau disebut
juga dengan koefisien korelasi sampel yang merupakan penduga bagi koefisien
populasi. Sedangkan r2 atau r square disebut dengan koefisien determinasi
(koefisien penentu). Kekuatan korelasi linier antara variabel yang dihubungkan
dapat disajikan dengan rxy yang didefinisikan dengam rumus:
Formula tersebut disebut merupakan formula koefisien korelasi momen produk (Product Momen Karl Pearson). Dalam penelitian analisis korelasi bivariate pearson digunakan untuk
menguji hubungan antara dua variabel yang menggunakan data berskala rasio atau
interval. Sementara untuk data ordinal memakai uji korelasirank spearmen.
b.
Persyaratan Dalam Analisis Korelasi Bivariate
Pearson
Ada beberapa persyaratan atau asumsi dasar yang
harus terpenuji ketika kita hendak memakai analisis korelasi
bivariate pearson untuk menguji hipotesis penelitian kita.
·
Data penelitian untuk masing-masing variabel
setidak-tidaknya berskala rasio atau interval (yaitu data yang berbentuk angka
sesungguhnya atau data metrik (data kuantitatif). Naun demikian analisis ini
biasanya dipakai untuk data kuesioner dan skala likert
·
Data untuk masing-masing variabel yang
dihubungkan berdistribusi normal
·
Terdapat hubungan yang linier antar variabel
penelitian
c.
Arti Angka Korelasi (Pearson Correlations)
Koefisien korelasi atau pearson correlation
memiliki nilai paling kecil -1 dan paling besar 1.
·
Berkenaan dengan besaran angka ini, jika 0 maka
artinya tidak ada korelasi sama sekali sementara jika korelasi 1 maka ada
korelasi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa semakin nilai pearson correlation
mendekati 1 atau -1 maka hubungan antara dua variabel adalah semakin kuat.
Sebaliknya, jika nilai r atau Pearson Correlation mendekati 0 berarti hubungan
dua variabel menjadi semakin lama. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang
benar-benar tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat
korelasi yang tinggi atau lemah. Namun, hal berikut ini dapat jadikan pedoman
sederhana bahwa jka angka korelasi diatas 0,5 akan menunjukkan korelasi yang cukup kuat
sedangkan jika dibawah 0,5 maka menunjukkan korelasi yang lemah.
·
Selain besarnya korelasi, tanda korelasi juga
berpengaruh pada penafsiran hasil dalam analisis ini. Dimana, tanda negatif (-)
pada tabel output SPSS menunjukkan adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda
positif (+) menunjukkan arah yang sama atau korelasi searah.
d.
Dasar Keputusan Dalam Analisis Korelasi
Bivariate Pearson
Terdapat 3 cara yang dapat digunakan sebagai
pedoman atau dasar pengambilan keputusan dalam analisis korelasi bivariate
pearson ini yaitu pertama dengan melihat nilai signifikan Sig. (2 tailed). Kedua membandingkan nilai r hitung (Pearson Correlation) dengan nilai r
tabel product momen. Ketiga adalah dengan melihat tanda bintang (*) yang
terdapat pada output program SPSS.
·
Berdasarkan nilai signifikan Sig (2-tailed) :
jika nilai Sig (2-tailed) < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan. Sebaliknya jika
nilai Sig (2-tailed) > 0,05 maka tidak terdapat korelasi.
·
Berdasarkan nilai r hitung (Pearson Correlation)
: jika nilai r hitung > r tabel maka ada korelasi antar variabel. Sebaliknya jika nilai r hitung r
tabel maka artinya tidak ada korelasi antar variabel.
·
Berdasarkan tanda bintang (*) yang diberikan
SPSS : jika terdapat tanda bintang (*) atau (**) pada nilai Pearson Correlation
maka antara variabel yang dianalisis terjadi korelasi. Sebaliknya jika tidak
terdapat tanda bintang pada nilai pearson correlation maka antara variabel yang
dianalisis tidak terjadi korelasi.
Catatan: Tanda bintang satu (*) menunjukkan korelasi
pada signifikansi 1% atau 0,01. Sedangkan tanda bintang dua (**) menunjukkan
korelasi pada signifikansi 5% atau 0,05.
Contoh soal
Ketika akan menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan
minat dengan prestasi belajar siswa.
Adapun langkah-langkah analisis korelasi
bivariate pearson dengan SPSS yaitu:
Buka program SPSS, klik Variabel View. Selanjutnya pada bagian Name tulis saja X1, X2, dan Y pada Decimal ubah semua menjadi angka 0, pada bagian Label tuliskan Motivasi, Minat dan
Prestasi. Pada bagian Measure ganti menjadi Scale
Setelah itu, klik data view dan masukkan data Motivasi (X1), Minat (X2) dan
Prestasi (Y) yang telah dipersiapkan ke program SPSS
Selanjutnya, dari menu utama SPSS pilih menu analyse, lalu klik correlate dan klik bivariate.....
Muncul kotak dialog dengan nama “Bivariate Correlations”. Masukkan variabel Motivasi (X1), Minat (X2) dan Prestasi (Y) pada kotak Variabels : selanjutnya, pada kolom “Correlation Coefficient” pilih Pearson, lalu untuk kolom “Test of
Significant” pilih Two Tailed, dan centang pada flag Significant
Correlations, terakhir klik ok untuk mengakhiri peritah.
Setelah selesai maka akan muncul tampilan output SPSS “Correlations” tinggal kita interpretasikan saja.
Interpretasi Analisis korelasi bivariate pearson
Berdasarkan tabel output diatas, kita akan melakukan penarikan kesimpulan
dengan merujuk pada ke-3 dasar pengambilan keputusan dalam analisis korelasi
bivariate pearson di atas.
·
Berdasarkan nillai Signifikansi Sig. (2-tailed) : dari tabel output di atas diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara
Motivasi (X1) dengan prestasi (Y) adalah sebesar 0,002 < 0,05, yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel motivasi
dengan variabel prestasi. Selanjutnya, hubungan antara minat (X2) dengan
prestasi (Y) memiliki nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05, yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel minat dan
variabel prestasi.
·
Berdasarkan nilai r hitung (peaeson Correlations) : diketahui nilai r hitung untuk hubungan motivasi (X1) dengan prestasi
(Y) adalah sebesar 0,796 > r tabel 0,576, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau
korelasi antara variabel motivasi dengan variabel prestasi. Selanjutnta
diketahui nilai r hitung untuk hubungan minat (X2) dengan prestasi (Y) adalah
sebesar 0,908 > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau
korelasi antara variabel minat dengan variabel prestasi. Karena r hitung atau
pearson correlations dalam analisis ini bernilai positif maka itu artinya hubungan
antara kedua variabel tersebut bersifat positif atau dengan kata lain semakin
meningkatknya motivasi dan minat maka akan meningkat pula prestasi belajar
siswa.
Catatan : rumus menghitung nilai r tabel product moment
adalah dengan melihat nilai N pada distribusi nilai r tabel product moment
statistik. Karena N atau jumlah sampel yang digunakan dalam analisis ini ada 12
orang siswa dengan signifikansi 5% maka ketemu dengan nilai r tabel sebesar
0,576.
·
Berdasarkan tanda bintang (*) SPSS : dari output
diatas diketahui bahwa nilai Pearson Correlations antara masing=masing variabel yang dihubungkan
mempunyai dua tanda bintang (**), ini berarti terdapat korelasi antara variabel
yang dihubungkan dengan taraf signifikansi 1%
e. Korelasi Partial
Analisis Korelasi Partial (Partial Correlation) digunakan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel dimana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh dikendalikan
atau dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Nilai korelasi (r) berkisar
antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara
dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara
dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik
maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y
turun). Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi
koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00 - 0,199 =
sangat rendah
0,20 - 0,399 =
rendah
0,40 - 0,599 =
sedang
0,60 - 0,799 =
kuat
0,80 - 1,000 =
sangat kuat
Secara umum uji korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antar
variabel yang diteliti (yakni hubungan antara variabel X dan variabel Y).
Korelasi atau hubungan yang terbentuk antar variabel ini dapat bersifat
hubungan positif ataupun hubungan negatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
nilai koefisien korelasi dari hasil analisis apakah bernilai plus (+) ataupun
minus (-). Jika plus (+) maka hubungan yang terbentuk antar variabel bersifat positif. Sementara jika koefisien korelasi bernilai minus (-) maka artinya hubungan
yang terbentuk antar variabel tersebut adalah hubungan negatif. Hubungan positif bermakna bahwa jika variabel X akan mengalai peningkatan
maka variabel Y juga akan mengalami peningkatan. Sementara hubungan negatif
bermakna bahwa jika variabel X mengalami penurunan maka variabel Y akan
mengalami peningkatan.
Uji korelasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik atau metode analisis
statistik tergantung dari skala data dari masing-masing variabel yang digunakan
dalam penelitian. Misalnya : uji
korelasi koefisien cramer lambda dipakai untuk data berskala nominal. Sementara
uji korelasi kendall dan rank spearmen cocok digunkan untuk data berskala
ordinal. Sedangkan untuk data yang berskala rasio atau interval menggunakan uji
korelasi pearson.
Uji korelasi partial disebut juga dengan analisi korelasi pearson dengan
variabel kontrol atau variabel pengendali yang diasumsikan nilainya tetap atau
konstan. Penggunaan variabel kontrol dalam analisis korelasi bertujuan untuk
mengetahui apakah hubungan yang sudah terbentuk antara variabel X dan variabel
Y dipengaruhi oleh variabel kontrol tersebut atau tidak.
f.
Derajad Keeratan Hubungan Dalam Uji Korelasi
Dalam bukunya [V. Wiratna Sujarweni. 2014. SPSS
untuk Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Hal-127] menjelaskan bahwa
keeratan hubungan atau koefisien korelasi antar variabel dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
·
nilai koefisien korelasi 0,00 sampai 0,20
berarti hubungan sangat lemah
·
nilai koefisien korelasi 0,21 sampai 0,40
berarti hubungan lemah
·
nilai koefisien korelasi 0,41 sampai 0,70
berarti hubungan kuat
·
nilai koefisien korelasi 0.71 sampai 0,90
berarti hubungan sangat kuat
·
nilai koefisien korelasi 0,91 sampai 0,99
berarti hubungan kuat sekali
·
nilai koefisien korelasi 1,00 berartihubungan
sempurna
g.
Persyaratan Uji Korelasi Partial Untuk Analisis
Data
Asumsi dasar atau persyaratan yang harus
terpenuhi ketika kita menggunakan uji korelasi partial untuk menganalisis data
penelitian adalah sebagai berikut :
·
Masing-masing variabel penelitian menggunakan
data berskala rasio atau interval.
·
Karena uji korelasi partial merupakan bagian
dari statistik parametrik maka data penelitian harus berdistribusi normal
Contoh soal:
Seorang dosen ingin mengetahui apakah ada
hubungan antara IQ (Intelligence Quotient) dengan nilai IPK (Indeks
Prestasi Kumulatif) mahasiswa dengan Motivasi Berprestasi sebagai
variabel kontrol. Guna keperluan penelitian ini maka dosen tersebut
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan menggunakan kuesioner untuk 12 orang
sampel atau responden penelitian. Adapun tabulasi data penelitian yang dimaksud
:
Adapun langkah-langkah cara uji korelasi partial dengan SPSS
Tahapan-tahapan analisis data dalam uji korelasi
partial ini dimulai dari memasukkan atau menginput data penelitian ke
program SPSS, selanjutnya melakukan uji normalitas data terlebih dahulu, baru
kemudian melakukan analisis data dengan uji korelasi partial.
Langkah pertama buka lembar kerja baru SPSS,
lalu klik Variable View, selanjutnya mengisi kolom Name, Decimals, Label, dan Measure, sementara untuk pilihan yang lain biarkan tetap default. Tampak di layar
SPSS sebagaimana gambar di bawah ini.
Langkah berikutnya klik data view, lalu masukkan
data IQ, IPK dan motivasi ke-12 0rang responden tersebut sesuai dengan judul
kolom yang ada di layar SPSS
*Melakukan Uji Normalitas Data Penelitian Dengan SPSS
Karena persyaratan atau asumsi dasar yang harus
terpenuhi dalam penggunaan uji korelasi partial ini adalah data berdistribusi
normal, maka terlebih dahulu melakukan uji normalitas untuk variabel IQ, IPk
dan Motivasi. Adapun caranya sebagai berikut :
Dari menu utama SPSS klik menu Analyze >>
Deskriptif Statistics >> Explore...
Maka akan muncul kotak dialog “Explore” selanjutnya masukkan semua variabel penelitian ke kotak Dependent List : kemudian pada bagian “Display” pilih Both, setelah itu klik Plots...
Maka akan muncul kota dialog “Explore Plots” lalu beri tanda ceklist (v) pada Normality Plots With Tests, selanjutnya klik continue, kemudian klik ok.
Maka akan
muncul output SPSS, perhatikan tabel output “Tests Of Normality” tampak di layar sebagai berikut:
*Pembahasan uji normalitas untuk uji korelasi partial dengan SPSS
Untuk mengetahui apakah variabel IQ, IPK dan
Motivasi yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak, maka
terlebih dahulu kita harus mengetahui teori tentang dasar pengambilan keputusan
untuk uji normalitas. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas
adalah sebagai berikut.
·
Jika nilai Signifikansi (Sig.) < 0,05, maka
variabel tidak berdistribusi normal.
·
Jika nilai Signifikansi (Sig.) > 0,05, maka
variabel berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel output SPSS “tests of normality” di atas, diketahui bahwa
nilai Sig. Dalam uji normalitas Shapiro Wilk adalah sebagai berikut:
·
Nilai IQ Sig. Adalah sebesar 0.932
·
Nilai IPK Sig. Adalah sebesar 0,152
·
Nilai Motivasi Sig. Adalah sebesar 0,066
Karena nilai
Signifikansi (Sig.) untuk semua variabel penelitian diatas > 0,05 maka dapat
disimpulkan variabel IQ, IPK dan motivasi adalah berdistribusi normal. Dengan
demikian, asumsi dasar atau persyaratan daam uji korelasi partial sudah
terpenuhi.
Catatan
: metode Shapiro Wilk dipakai untuk sampel < 50. Sementara metode
kolmogorov-smirnov dipakai untuk sampel > 50
*melakukan
uji korelasi partial dengan SPSS
Klik menu Analyze >> Correlate >> Partial...
Muncul kotak dialog “Partial Correlations” selanjutnya,
masukkan variabel IQ dan IPK ke kotak Variables : kemudian masukkan variabel motivasi ke kotak controlling for, pada bagian “Test of significance” pilih two-tailed dan
beri tanda ceklist (v) untuk Display
Actual Significance Level, lalu klik options....
Muncul kotak dialog “Partial Correlations : Options”, kemudan pada
bagian “Statistics” berikan tanda
ceklist (v) untuk means and standard deviation dan zero order correlations.
Selanjutnya pada bagian “Missing
Values” aktifkan pilihan Exclude
Cases Pairwise, lalu klik continue
Kemudian klik Ok untuk mengakhiri perintah. Maka muncul output
SPSS dengan judul “Partial Corr” selanjutnya tinggal
interpretasikan tabel output.
Interpretasi
output uji Korelasi partial dengan SPSS
Tabel output “Descriptive Statistics”
Tabel output SPSS
diatas, memberikan informasi kepada kita tentang ringkasan nilai statistik
deskriptif atau gambaran data untuk ketiga variabel (IQ, IPK dan motivasi)
mencakup mean atau nilai rata-rata, Std. Deviation, dan N atau jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel output “Correlation”
Tabel output SPSS ini
memberikan informasi mengenai hubungan yang terbentuk antar variabel sebelum
dan sesudah dimasukkannya variabel kontrol dalam analisis korelasi. Untuk
memaknai tabel output correlations diatas, maka ada 3 tahapan yang harus kita
lalui, yaitu:
(1) menentukan
rumusan hipotesis penelitian.
(2) melihat teori
tentang dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi parsial.
(3) menafsirkan hasil
analisis dan membuat kesimpulan.
*Rumusan
Hipotesis Penelitian Dalam Uji Korelasi Partial
·
Ho: hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi
sebagai variabel kontrol tidak signifikan
·
Ha: hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi
sebagai variabel kontrol signifikan
*Dasar Pengambilan
Keputusan Dalam Uji Korelasi Partial Sig. (2-Tailed)
·
Jika nilai significance (2-tailed) > 0.05, maka Ho
diterima dan Ha ditolak
·
Jika nilai significance (2-tailed) < 0.05, maka Ho
ditolak dan Ha diterima
*Pembahasan Output
Uji Korelasi Patial Dengan SPSS
Tabel output pertama “-none-a” menunjukkan nilai
korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan IPK sebelum dimasukkannya
variabel kontrol (motivasi) dalam analisis. Dari output diatas diketahui nilai
koefisien korelasi (korrelations) sebesar 0,832 (positif) dan nilai
significance (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan yang positif dan signifikan antara IQ dengan IPK mahasiswa tanpa
adanya variabel kontrol (motivasi). Sementara nilai correlations sebesar 0,832 ini masuk dalam
kategori hubungan sangat kuat.
Tabel output kedua
“motivasi” menunjukkan nilai korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan
IPK setelah memasukkan motivasi sebagai variabel kontrol dalam analisis. Dari
tabel output di atas terlihat bahwa terjadi penurunan nilai koefisien korelasi
(correlation) menjadi 0,626 (bernilai positif
dan kategori hubungan kuat) dengan nilai Significance (2-tailed) sebesar 0,039 < 0,05, maka Ho ditolak dan
Ha diterima yang berarti bahwa hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi
sebagai variabel kontrol adalah signifikan (nyata).
*Kesimpulan
Penelitian
Berdasarkan
pembahasan dalam uji korelasi parsial di atas diketahui bahwa kehadiran
variabel motivasi berprestasi sebagai variabel kontrol akan memberikan pengaruh
terhadap hubungan antara variabel IQ dengan variabel IPK. Dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa variabel IQ bukanlah satu-satunya variabel yang
menentukan nilai IPK mahasiswa, karena ada variabel lain juga yang berhubungan
dengan nilai IPK yaitu variabel motivasi berprestasi.
Catatan : selain
mengacu pada nilai significance (2-tailed) dari output SPSS, pengambilan
keputusan dalam uji korelasi parsial dapat pula berdasarkan pada perbandingan
nilai-nilai koefisien korelasi (Correlations) atau r hitung dengan nilai r
table pearson product moment.
Pertanyaan dan
Pembahasan
1.
Apa yang menjadi perbedaan utama dari Korelasi
Bivariat dan Partial?
Jawab : keduanya bertujuan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua
variabel hanya saja untuk korelasi partial dilakukan jika variabel lainnya
konstanta, pada hubungan yang melibatkan lebih dari dua variabel
2.
Dari kedua jenis korelasi tersebut,jenis korelasi apa
yang rumit dilakukan?
Jawab : Keduanya cukup rumit jika tak memahami konsep dari kedua jenis
korelasi tersebut.
3.
Untuk apa dilakukannya uji korelasi?
Jawab : karena dinamakan korelasi maka artinya bertujuan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel
4.
Apakah uji korelasi selalu ada dalam sebuah
penelitian?
Jawab : sebagian besar penelitian membutuhkan uji korelasi, namun tak
semua jenis penelitian harus menggunakan uji korelasi
5.
apa perbedaan antara uji hipotesis dan uji korelasi?
Jawab : uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah sebuah hipotesis
akan diterima atau tidak, berbeda halnya dengan uji korelasi yang bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat sebuah hubungan diantara dua variabel atau
lebih
Daftar Pustaka
Duwi. 2011. Analisis
Korelasi Sederhana. https://duwiconsultant.blogspot.com/2011/11/analisis-korelasi-sederhana.html. (diakses tanggal 3
Mei 2020)
Unknown. 2016. Pengertian Korelasi dan Macam-macam
Korelasi. http://ciputrauceo.net/blog/2016/5/16/pengertian-korelasi-dan-macam-macam-korelasi. (diakses tanggal 3
Mei 2020)
Raharjo, Sahid. 2014.
Cara Melakukan Analisis Korelasi Bivariate Pearson dengan SPSS. https://www.spssindonesia.com/2014/02/analisis-korelasi-dengan-spss.html. (diakses tanggal 3
Mei 2020)
Raharjo, Sahid. 2014.
Cara uji Korelasi parsial dengan SPSS serta interpretasi lengkap. https://www.spssindonesia.com/2019/01/cara-uji-korelasi-parsial-dengan-spss.html. (diakses tanggal 3
Mei 2020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar