Sabtu, 09 Mei 2020

Korelasi Bivariat dan Partial


Korelasi Bivariat dan Partial
Sebelum membahas mengenai analisis bivariat dan juga partial, terlebih dahulu kita akan membahas apa itu korelasi.
A.    Korelasi
Secara sederhana, korelasi dapat diartikan sebagai hubungan. Namun ketika dikembangkan lebih jauh, korelasi tidak hanya dapat dipahami sebatas pengertian tersebut. Korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Dalam Matematika, korelasi merupakan ukuran dari seberapa dekat dua variabel berubah dalam hubungan satu sama lain. Sebagai contoh, kita bisa menggunakan tinggi badan dan usia siswa SD sebagai variabel dalam korelasi positif. Semakin tua usia siswa SD, maka tinggi badannya pun menjadi semakin tinggi. Hubungan ini disebut korelasi positif karena kedua variabel mengalami perubahan ke arah yang sama, yakni dengan meningkatnya usia, maka tinggi badan pun ikut meningkat.
Sementara itu, kita bisa menggunakan nilai dan tingkat ketidak hadiran siswa sebagai contoh dalam korelasi negatif. Semakin tinggi tingkat ketidak hadiran siswa di kelas, maka nilai yang diperolehnya cenderung semakin rendah. Hubungan ini disebut korelasi negatif karena kedua variabel mengalami perubahan ke arah yang berlawanan, yakni dengan meningkatnya tingkat ketidak hadiran, maka nilai siswa justru menurun.
Kedua variabel yang dibandingkan satu sama lain dalam korelasi dapat dibedakan menjadi variabel independen dan variabel dependen. Sesuai dengan namanya, variabel independen adalah variabel yang perubahannya cenderung di luar kendali manusia. Sementara itu variabel dependen adalah variabel yang dapat berubah sebagai akibat dari perubahan variabel indipenden. Hubungan ini dapat dicontohkan dengan ilustrasi pertumbuhan tanaman dengan variabel sinar matahari dan tinggi tanaman. Sinar matahari merupakan variabel independen karena intensitas cahaya yang dihasilkan oleh matahari tidak dapat diatur oleh manusia. Sedangkan tinggi tanaman merupakan variabel dependen karena perubahan tinggi tanaman dipengaruhi langsung oleh intensitas cahaya matahari sebagai variabel indipenden.

1.      Macam-Macam Korelasi
Korelasi sebagai sebuah analisis memiliki berbagai jenis menurut tingkatannya. Beberapa tingkatan korelasi yang telah dikenal selama ini antara lain adalah korelasi sederhana, korelasi parsial, dan korelasi ganda. Pada pembahasan kali ini hanya akan membahas dua macam korelasi yaitu Korelasi Bivariat dan Partial.
a.    Korelasi Bivariat
Analisis korelasi sederhana (Bivariate Correlation) digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam SPSS ada tiga metode korelasi sederhana (bivariate correlation) diantaranya Pearson Correlation, Kendall’s tau-b, dan Spearman CorrelationPearson Correlation digunakan untuk data berskala interval atau rasio, sedangkan Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation lebih cocok untuk data berskala ordinal.
Analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson akan dibahas pada kesempatan kali ini. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun).
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00    -   0,199    = sangat rendah
0,20    -   0,399    = rendah
0,40    -   0,599    = sedang
0,60    -   0,799    = kuat
0,80    -   1,000    = sangat kuat

Analisis Korelasi merupakan sebuah studi pembahasan tentang derajat keeratan hubungan antar variabel yang dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi. Hubungan antara variabel tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Derajad hubungan biasanya dinyatakan dengan huruf “r” atau disebut juga dengan koefisien korelasi sampel yang merupakan penduga bagi koefisien populasi. Sedangkan r2 atau r square disebut dengan koefisien determinasi (koefisien penentu). Kekuatan korelasi linier antara variabel yang dihubungkan dapat disajikan dengan rxy yang didefinisikan dengam rumus:


Formula tersebut disebut merupakan formula koefisien korelasi momen produk (Product Momen Karl Pearson). Dalam penelitian analisis korelasi bivariate pearson digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel yang menggunakan data berskala rasio atau interval. Sementara untuk data ordinal memakai uji korelasirank spearmen.

b.     Persyaratan Dalam Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Ada beberapa persyaratan atau asumsi dasar yang harus terpenuji ketika kita hendak memakai analisis korelasi bivariate pearson untuk menguji hipotesis penelitian kita.
·         Data penelitian untuk masing-masing variabel setidak-tidaknya berskala rasio atau interval (yaitu data yang berbentuk angka sesungguhnya atau data metrik (data kuantitatif). Naun demikian analisis ini biasanya dipakai untuk data kuesioner dan skala likert
·         Data untuk masing-masing variabel yang dihubungkan berdistribusi normal
·         Terdapat hubungan yang linier antar variabel penelitian

c.    Arti Angka Korelasi (Pearson Correlations)
Koefisien korelasi atau pearson correlation memiliki nilai paling kecil -1 dan paling besar 1.
·         Berkenaan dengan besaran angka ini, jika 0 maka artinya tidak ada korelasi sama sekali sementara jika korelasi 1 maka ada korelasi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa semakin nilai pearson correlation mendekati 1 atau -1 maka hubungan antara dua variabel adalah semakin kuat. Sebaliknya, jika nilai r atau Pearson Correlation mendekati 0 berarti hubungan dua variabel menjadi semakin lama. Sebenarnya tidak ada ketentuan yang benar-benar tepat mengenai apakah angka korelasi tertentu menunjukkan tingkat korelasi yang tinggi atau lemah. Namun, hal berikut ini dapat jadikan pedoman sederhana bahwa jka angka korelasi diatas 0,5 akan menunjukkan korelasi yang cukup kuat sedangkan jika dibawah 0,5 maka menunjukkan korelasi yang lemah.
·         Selain besarnya korelasi, tanda korelasi juga berpengaruh pada penafsiran hasil dalam analisis ini. Dimana, tanda negatif (-) pada tabel output SPSS menunjukkan adanya arah yang berlawanan, sedangkan tanda positif (+) menunjukkan arah yang sama atau korelasi searah.
d.    Dasar Keputusan Dalam Analisis Korelasi Bivariate Pearson
Terdapat 3 cara yang dapat digunakan sebagai pedoman atau dasar pengambilan keputusan dalam analisis korelasi bivariate pearson ini yaitu pertama dengan melihat nilai signifikan Sig. (2 tailed). Kedua membandingkan nilai r hitung (Pearson Correlation) dengan nilai r tabel product momen. Ketiga adalah dengan melihat tanda bintang (*) yang terdapat pada output program SPSS.
·         Berdasarkan nilai signifikan Sig (2-tailed) : jika nilai Sig (2-tailed) < 0,05 maka terdapat korelasi antar variabel yang dihubungkan. Sebaliknya jika nilai Sig (2-tailed) > 0,05 maka tidak terdapat korelasi.
·         Berdasarkan nilai r hitung (Pearson Correlation) : jika nilai r hitung > r tabel maka ada korelasi antar variabel. Sebaliknya jika nilai r hitung  r tabel maka artinya tidak ada korelasi antar variabel.
·         Berdasarkan tanda bintang (*) yang diberikan SPSS : jika terdapat tanda bintang (*) atau (**) pada nilai Pearson Correlation maka antara variabel yang dianalisis terjadi korelasi. Sebaliknya jika tidak terdapat tanda bintang pada nilai pearson correlation maka antara variabel yang dianalisis tidak terjadi korelasi.

Catatan: Tanda bintang satu (*) menunjukkan korelasi pada signifikansi 1% atau 0,01. Sedangkan tanda bintang dua (**) menunjukkan korelasi pada signifikansi 5% atau 0,05.

Contoh soal
Ketika akan menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan minat dengan prestasi belajar siswa.

Adapun langkah-langkah analisis korelasi bivariate pearson dengan SPSS yaitu:
Buka program SPSS, klik Variabel View. Selanjutnya pada bagian Name tulis saja X1, X2, dan Y pada Decimal ubah semua menjadi angka 0, pada bagian Label tuliskan Motivasi, Minat dan Prestasi. Pada bagian Measure ganti menjadi Scale


 Setelah itu, klik data view dan masukkan data Motivasi (X1), Minat (X2) dan Prestasi (Y) yang telah dipersiapkan ke program SPSS


Selanjutnya, dari menu utama SPSS pilih menu analyse, lalu klik correlate dan klik bivariate.....



Muncul kotak dialog dengan nama “Bivariate Correlations”. Masukkan variabel Motivasi (X1), Minat (X2) dan Prestasi (Y) pada kotak Variabels : selanjutnya, pada kolom “Correlation Coefficient” pilih Pearson, lalu untuk kolom “Test of Significant” pilih Two Tailed, dan centang pada flag Significant Correlations, terakhir klik ok untuk mengakhiri peritah.



Setelah selesai maka akan muncul tampilan output SPSS “Correlations” tinggal kita interpretasikan saja.


Interpretasi Analisis korelasi bivariate pearson
Berdasarkan tabel output diatas, kita akan melakukan penarikan kesimpulan dengan merujuk pada ke-3 dasar pengambilan keputusan dalam analisis korelasi bivariate pearson di atas.
·         Berdasarkan nillai Signifikansi Sig. (2-tailed) : dari tabel output di atas diketahui nilai Sig. (2-tailed) antara Motivasi (X1) dengan prestasi (Y) adalah sebesar 0,002 < 0,05, yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel motivasi dengan variabel prestasi. Selanjutnya, hubungan antara minat (X2) dengan prestasi (Y) memiliki nilai Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05, yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara variabel minat dan variabel prestasi.
·           Berdasarkan nilai r hitung (peaeson Correlations) : diketahui nilai r hitung untuk hubungan motivasi (X1) dengan prestasi (Y) adalah sebesar 0,796 > r tabel 0,576, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel motivasi dengan variabel prestasi. Selanjutnta diketahui nilai r hitung untuk hubungan minat (X2) dengan prestasi (Y) adalah sebesar 0,908 > r tabel, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan atau korelasi antara variabel minat dengan variabel prestasi. Karena r hitung atau pearson correlations dalam analisis ini bernilai positif maka itu artinya hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat positif atau dengan kata lain semakin meningkatknya motivasi dan minat maka akan meningkat pula prestasi belajar siswa.

Catatan : rumus menghitung nilai r tabel product moment adalah dengan melihat nilai N pada distribusi nilai r tabel product moment statistik. Karena N atau jumlah sampel yang digunakan dalam analisis ini ada 12 orang siswa dengan signifikansi 5% maka ketemu dengan nilai r tabel sebesar 0,576.


·         Berdasarkan tanda bintang (*) SPSS : dari output diatas diketahui bahwa nilai Pearson Correlations antara masing=masing variabel yang dihubungkan mempunyai dua tanda bintang (**), ini berarti terdapat korelasi antara variabel yang dihubungkan dengan taraf signifikansi 1%

e.   Korelasi Partial
Analisis Korelasi Partial (Partial Correlation) digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dimana variabel lainnya yang dianggap berpengaruh dikendalikan atau dibuat tetap (sebagai variabel kontrol). Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun). Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut:
0,00    -   0,199    = sangat rendah
0,20    -   0,399    = rendah
0,40    -   0,599    = sedang
0,60    -   0,799    = kuat
0,80    -   1,000    = sangat kuat
Secara umum uji korelasi bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel yang diteliti (yakni hubungan antara variabel X dan variabel Y). Korelasi atau hubungan yang terbentuk antar variabel ini dapat bersifat hubungan positif ataupun hubungan negatif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien korelasi dari hasil analisis apakah bernilai plus (+) ataupun minus (-). Jika plus (+) maka hubungan yang terbentuk antar variabel bersifat positif. Sementara jika koefisien korelasi bernilai minus (-) maka artinya hubungan yang terbentuk antar variabel tersebut adalah hubungan negatif. Hubungan positif bermakna bahwa jika variabel X akan mengalai peningkatan maka variabel Y juga akan mengalami peningkatan. Sementara hubungan negatif bermakna bahwa jika variabel X mengalami penurunan maka variabel Y akan mengalami peningkatan.
Uji korelasi dapat dilakukan dengan beberapa teknik atau metode analisis statistik tergantung dari skala data dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian. Misalnya : uji korelasi koefisien cramer lambda dipakai untuk data berskala nominal. Sementara uji korelasi kendall dan rank spearmen cocok digunkan untuk data berskala ordinal. Sedangkan untuk data yang berskala rasio atau interval menggunakan uji korelasi pearson.
Uji korelasi partial disebut juga dengan analisi korelasi pearson dengan variabel kontrol atau variabel pengendali yang diasumsikan nilainya tetap atau konstan. Penggunaan variabel kontrol dalam analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan yang sudah terbentuk antara variabel X dan variabel Y dipengaruhi oleh variabel kontrol tersebut atau tidak.

f.      Derajad Keeratan Hubungan Dalam Uji Korelasi
Dalam bukunya [V. Wiratna Sujarweni. 2014. SPSS untuk Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Hal-127] menjelaskan bahwa keeratan hubungan atau koefisien korelasi antar variabel dapat dikelompokkan sebagai berikut :
·         nilai koefisien korelasi 0,00 sampai 0,20 berarti hubungan sangat lemah
·         nilai koefisien korelasi 0,21 sampai 0,40 berarti hubungan lemah
·         nilai koefisien korelasi 0,41 sampai 0,70 berarti hubungan kuat
·         nilai koefisien korelasi 0.71 sampai 0,90 berarti hubungan sangat kuat
·         nilai koefisien korelasi 0,91 sampai 0,99 berarti hubungan kuat sekali
·         nilai koefisien korelasi 1,00 berartihubungan sempurna

g.    Persyaratan Uji Korelasi Partial Untuk Analisis Data
Asumsi dasar atau persyaratan yang harus terpenuhi ketika kita menggunakan uji korelasi partial untuk menganalisis data penelitian adalah sebagai berikut :
·         Masing-masing variabel penelitian menggunakan data berskala rasio atau interval.
·         Karena uji korelasi partial merupakan bagian dari statistik parametrik maka data penelitian harus berdistribusi normal

Contoh soal:
Seorang dosen ingin mengetahui apakah ada hubungan antara IQ (Intelligence Quotient) dengan nilai IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) mahasiswa dengan Motivasi Berprestasi sebagai variabel kontrol. Guna keperluan penelitian ini maka dosen tersebut mengumpulkan data-data yang dibutuhkan menggunakan kuesioner untuk 12 orang sampel atau responden penelitian. Adapun tabulasi data penelitian yang dimaksud :

Adapun langkah-langkah cara uji korelasi partial dengan SPSS
Tahapan-tahapan analisis data dalam uji korelasi partial ini dimulai dari memasukkan atau menginput data penelitian ke program SPSS, selanjutnya melakukan uji normalitas data terlebih dahulu, baru kemudian melakukan analisis data dengan uji korelasi partial.

Langkah pertama buka lembar kerja baru SPSS, lalu klik Variable View, selanjutnya mengisi kolom Name, Decimals, Label, dan Measure, sementara untuk pilihan yang lain biarkan tetap default. Tampak di layar SPSS sebagaimana gambar di bawah ini.

Langkah berikutnya klik data view, lalu masukkan data IQ, IPK dan motivasi ke-12 0rang responden tersebut sesuai dengan judul kolom yang ada di layar SPSS

*Melakukan Uji Normalitas Data Penelitian Dengan SPSS
Karena persyaratan atau asumsi dasar yang harus terpenuhi dalam penggunaan uji korelasi partial ini adalah data berdistribusi normal, maka terlebih dahulu melakukan uji normalitas untuk variabel IQ, IPk dan Motivasi. Adapun caranya sebagai berikut :
Dari menu utama SPSS klik menu Analyze >> Deskriptif Statistics >> Explore...

Maka akan muncul kotak dialog “Explore” selanjutnya masukkan semua variabel penelitian ke kotak Dependent List : kemudian pada bagian “Display” pilih Both, setelah itu klik Plots...

Maka akan muncul kota dialog “Explore Plots” lalu beri tanda ceklist (v) pada Normality Plots With Tests, selanjutnya klik continue, kemudian klik ok.


Maka akan  muncul output SPSS, perhatikan tabel output “Tests Of Normality” tampak di layar sebagai berikut:

*Pembahasan uji normalitas untuk uji korelasi partial dengan SPSS
Untuk mengetahui apakah variabel IQ, IPK dan Motivasi yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui teori tentang dasar pengambilan keputusan untuk uji normalitas. Adapun dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut.
·         Jika nilai Signifikansi (Sig.) < 0,05, maka variabel tidak berdistribusi normal.
·         Jika nilai Signifikansi (Sig.) > 0,05, maka variabel berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel output SPSS “tests of normality” di atas, diketahui bahwa nilai Sig. Dalam uji normalitas Shapiro Wilk adalah sebagai berikut:
·         Nilai IQ Sig. Adalah sebesar 0.932
·         Nilai IPK Sig. Adalah sebesar 0,152
·         Nilai Motivasi Sig. Adalah sebesar 0,066
Karena nilai Signifikansi (Sig.) untuk semua variabel penelitian diatas > 0,05 maka dapat disimpulkan variabel IQ, IPK dan motivasi adalah berdistribusi normal. Dengan demikian, asumsi dasar atau persyaratan daam uji korelasi partial sudah terpenuhi.
Catatan : metode Shapiro Wilk dipakai untuk sampel < 50. Sementara metode kolmogorov-smirnov dipakai untuk sampel > 50
*melakukan uji korelasi partial dengan SPSS
Klik menu Analyze >> Correlate >> Partial...

Muncul kotak dialog “Partial Correlations” selanjutnya, masukkan variabel IQ dan IPK ke kotak Variables : kemudian masukkan variabel motivasi ke kotak controlling for, pada bagian “Test of significance” pilih two-tailed dan beri tanda ceklist (v) untuk Display Actual Significance Level, lalu klik options....

Muncul kotak dialog “Partial Correlations : Options”, kemudan pada bagian “Statistics” berikan tanda ceklist (v) untuk means and standard deviation dan zero order correlations. Selanjutnya pada bagian “Missing Values” aktifkan pilihan Exclude Cases Pairwise, lalu klik continue

Kemudian klik Ok untuk mengakhiri perintah. Maka muncul output SPSS dengan judul “Partial Corr” selanjutnya tinggal interpretasikan tabel output.

Interpretasi output uji Korelasi partial dengan SPSS
Tabel output “Descriptive Statistics”

Tabel output SPSS diatas, memberikan informasi kepada kita tentang ringkasan nilai statistik deskriptif atau gambaran data untuk ketiga variabel (IQ, IPK dan motivasi) mencakup mean atau nilai rata-rata, Std. Deviation, dan N atau jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel output “Correlation”

Tabel output SPSS ini memberikan informasi mengenai hubungan yang terbentuk antar variabel sebelum dan sesudah dimasukkannya variabel kontrol dalam analisis korelasi. Untuk memaknai tabel output correlations diatas, maka ada 3 tahapan yang harus kita lalui, yaitu:
(1) menentukan rumusan hipotesis penelitian.
(2) melihat teori tentang dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi parsial.
(3) menafsirkan hasil analisis dan membuat kesimpulan.

*Rumusan Hipotesis Penelitian Dalam Uji Korelasi Partial
·         Ho: hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi sebagai variabel kontrol tidak signifikan
·         Ha: hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi sebagai variabel kontrol signifikan
*Dasar Pengambilan Keputusan Dalam Uji Korelasi Partial Sig. (2-Tailed)
·         Jika nilai significance (2-tailed) > 0.05, maka Ho diterima dan Ha ditolak
·         Jika nilai significance (2-tailed) < 0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima
*Pembahasan Output Uji Korelasi Patial Dengan SPSS

Tabel output pertama “-none-a” menunjukkan nilai korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan IPK sebelum dimasukkannya variabel kontrol (motivasi) dalam analisis. Dari output diatas diketahui nilai koefisien korelasi (korrelations) sebesar 0,832 (positif) dan nilai significance (2-tailed) adalah 0,001 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara IQ dengan IPK mahasiswa tanpa adanya variabel kontrol (motivasi). Sementara nilai correlations sebesar 0,832 ini masuk dalam kategori hubungan sangat kuat.

Tabel output kedua “motivasi” menunjukkan nilai korelasi atau hubungan antara variabel IQ dengan IPK setelah memasukkan motivasi sebagai variabel kontrol dalam analisis. Dari tabel output di atas terlihat bahwa terjadi penurunan nilai koefisien korelasi (correlation) menjadi 0,626 (bernilai positif dan kategori hubungan kuat) dengan nilai Significance (2-tailed) sebesar 0,039 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa hubungan antara IQ dengan IPK dengan motivasi sebagai variabel kontrol adalah signifikan (nyata).
*Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan pembahasan dalam uji korelasi parsial di atas diketahui bahwa kehadiran variabel motivasi berprestasi sebagai variabel kontrol akan memberikan pengaruh terhadap hubungan antara variabel IQ dengan variabel IPK. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa variabel IQ bukanlah satu-satunya variabel yang menentukan nilai IPK mahasiswa, karena ada variabel lain juga yang berhubungan dengan nilai IPK yaitu variabel motivasi berprestasi.
Catatan : selain mengacu pada nilai significance (2-tailed) dari output SPSS, pengambilan keputusan dalam uji korelasi parsial dapat pula berdasarkan pada perbandingan nilai-nilai koefisien korelasi (Correlations) atau r hitung dengan nilai r table pearson product moment.
Pertanyaan dan Pembahasan
1.     Apa yang menjadi perbedaan utama dari Korelasi Bivariat dan Partial?
Jawab : keduanya bertujuan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel hanya saja untuk korelasi partial dilakukan jika variabel lainnya konstanta, pada hubungan yang melibatkan lebih dari dua variabel
2.    Dari kedua jenis korelasi tersebut,jenis korelasi apa yang rumit dilakukan?
Jawab : Keduanya cukup rumit jika tak memahami konsep dari kedua jenis korelasi tersebut.
3.    Untuk apa dilakukannya uji korelasi?
Jawab : karena dinamakan korelasi maka artinya bertujuan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel
4.    Apakah uji korelasi selalu ada dalam sebuah penelitian?
Jawab : sebagian besar penelitian membutuhkan uji korelasi, namun tak semua jenis penelitian harus menggunakan uji korelasi
5.    apa perbedaan antara uji hipotesis dan uji korelasi?
Jawab : uji hipotesis digunakan untuk mengetahui apakah sebuah hipotesis akan diterima atau tidak, berbeda halnya dengan uji korelasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat sebuah hubungan diantara dua variabel atau lebih

Daftar Pustaka

Duwi. 2011. Analisis Korelasi Sederhana. https://duwiconsultant.blogspot.com/2011/11/analisis-korelasi-sederhana.html. (diakses tanggal 3 Mei 2020)
Unknown.  2016. Pengertian Korelasi dan Macam-macam Korelasi. http://ciputrauceo.net/blog/2016/5/16/pengertian-korelasi-dan-macam-macam-korelasi. (diakses tanggal 3 Mei 2020)
Raharjo, Sahid. 2014. Cara Melakukan Analisis Korelasi Bivariate Pearson dengan SPSS. https://www.spssindonesia.com/2014/02/analisis-korelasi-dengan-spss.html. (diakses tanggal 3 Mei 2020)
Raharjo, Sahid. 2014. Cara uji Korelasi parsial dengan SPSS serta interpretasi lengkap. https://www.spssindonesia.com/2019/01/cara-uji-korelasi-parsial-dengan-spss.html. (diakses tanggal 3 Mei 2020)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Analisis Data